Benar sekali, aku telah mengubur semua harapan ini dengan segala maksiat dan dosaku. Aku telah mengubur semua makna-makna indah dalam hidupku dengan melakukan apa yang dimurkai Allah. Aku telah durhaka kepada Allah.
Namun aku lupa bahwa aku adalah si lemah yang durhaka kepada Yang Mahakuat. Aku lupa bahwa aku adalah si miskin yang membangkang kepada Yang Mahakaya. Oh, betapa menyesalnya atas semua kemaksiatan itu. Oh, betapa menyesalnya karena terlalu lama tenggelam di dalamnya. Oh, sungguh menyakitkan…
Aku mendurhakaiNya dengan tanganku. Aku mendurhakaiNya dengan kedua kakiku. Aku mendurhakaiNya dengan semua yang kupunya. Tapi aku lupa, bahkan pura-pura lupa bahwa aku telah mendurhakai Tuhanku atas semua nikmatNya padaku.
Kini aku diuji dengan penyakit kanker. Tapi aku bersyukur kepada Allah karena aku mampu menyatakan pertaubatanku.
Tapi setelah apa? Setelah aku menantang Sang Maha Perkasa yang kemudian mengirimkan peringatan (penyakit) untukku. Tapi penyakit ini terus bersamaku, meski usiaku masih terlalu muda. Aku belum lagi melewati 21 tahun usiaku. Aku bersabar. Namun tidak lama kemudian, aku mengalami stroke dan tidak lagi mampu berbicara.
Aku menangis setiap kali aku mengenang betapa merdunya dulu lisanku menyenandungkan nyanyian. Betapa seringnya dahulu aku memberi kesempatan lidah ini untuk menghina orang lain. Betapa aku kini ingin mengungkapkan apa yang ada di dalam hatiku saja, aku tidak mampu, sehingga tidak ada seorang pun yang memahamiku.
Pada suatu hari, aku membentangkan sejadahku. Aku berkata: “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan tempatku ini hingga aku dapat mengeraskan suaraku membaca al-Qur’an.”
Aku pun menangis dan menangis. Aku terus mengucapkan: “Ya Allah Tuhanku, aku rindu pada Kalam-Mu. Ya Allah Tuhanku, jangan Engkau halangi aku untuk membacanya, ya Allah……..”
Demi Allah, hanya beberapa detik kemudian hingga aku dapat berbicara. Aku pun mengeraskan suaraku membaca al-Qur’an. Aku benar-benar berada di puncak kegembiraanku. Aku menangis dan memuji Allah. Tetapi hanya empat hari saja aku berada di puncak kegembiraanku, hingga kemampuan bicaraku kembali lagi seperti semula.
Aku mengalami pendarahan otak dan tekanan darah di otak, yang kemudian menyebabkan aku mengalami kelumpuhan total di seluruh tubuhku. Tidak ada yang tersisa selain tangan kiri dan mulutku yang dapat berucap. Dan aku tetap bersyukur dan memuji Allah.
Aku mengingat semua yang pernah aku lakukan, kebaikan dan keburukan. Aku sedih mengenang masa laluku. Tapi aku menjadi bahagia dengan salah satu ayat al-Qur’an:
Katakanlah: ‘Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas atas diri mereka, Janganlah putus asa terhadap rahmat Allah. Sesungguhnya Allah itu akan mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya DiƤ itu Maha pengampun lagi Maha penyayang. “(az-Zumar: 53)
Ayat itu menenangkan rasa sakit dan sedihku. Tetapi penyakit kankerku semakin menggerogotiku dan ketidakberdayaanku semakin membuatku putus asa.
Wahai kalian semua, Aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan, jika kalian sangat menginginkan sebuah makanan enak, dan makanan itu telah ada di depanmu dan itu yang selama ini kalian inginkan, apakah kalian akan memakannya?
Tentu saja, kalian akan memakannya, bukan ?. Tapi aku, aku Amel tidak mampu melakukannya. Kalian tahu mengapa??
Karena aku selalu memikirkan bagaimana makanan itu akan keluar. Siapa yang akan membantuku jika ia telah keluar? Sudah begitu banyak makanan yang tidak aku makan setiap kali aku mengingat bagaimana akibatnya nanti. Pakaianku akan kotor dan aku tidak dapat menggantinya kecuali jika ibuku bergegas datang. Tapi jika ia sibuk, maka ia akan membiarkan aku menangis dan meraung tanpa ada yang mendengarku selain Tuhanku.
Penyakitku semakin parah, hingga aku harus dibawa ke rumah sakit di Riyadh untuk mendapatkan pengobatan. Kalian tahu apa yang terjadi?
Darah telah keluar dari bawah kuku-kukuku. Wajahku mulai menguning. Dokter yang menanganiku berulang kali mengatakan kepada keluargaku: “Doakanlah dia.”
Pada saat itulah, semuanya memandangku dengan penuh rasa kasihan. Dan bahwa aku, Amel, akan meninggal dunia tidak lama lagi. Ibuku semakin perhatian padaku.
Kondisiku semakin menyedihkan. Kepada saudaraku yang menyempatkan datang kukatakan: “Aku hanya mau tangan kiriku tetap ada. Aku ingin tetap dapat memegang Mushaf Al-QuranMU Ya Allah, jangan engkau halangi aku untuk itu. Pulanglah, Sudah cukup Allah yang menemaniku.”
Ia pun berdiri meninggalkanku dengan menangis. Ia pergi mengerjakan shalat. Pada hari itu juga, bersama saudaraku itu aku pergi mengurus administrasi untuk pulang dari rumah sakit dan mengambil hasil pemeriksaan laboratorium.
Satu jam kemudian, sang dokter keluar sambil bertakbir, lalu berkata: ‘ini mustahil!”
Kami pun mengulangi pemeriksaan laboratorium lebih dari satu kali, dan akhirnya ia mengatakan: ‘Demi Allah, sama sekali tidak ada bekas penyakit kanker. Seluruh tubuh telah digerogoti oleh kanker kecuali bagian otak, dan sekarang sama sekali tidak ada penyakit apapun.”
Saudara laki-lakiku langsung tersungkur, sujud. Ia menangis, memuji Allah, bersujud dan menangis. Saat itu, sungguh aku berharap dapat ikut bersujud. Tapi aku tidak bisa. Aku menangis sejadi-jadinya.
Kepada saudaraku kukatakan: “Aku harap engkau memastikan hal ini di rumah sakit khusus.”
Kami pun pulang ke rumah dan mengabarkan hal itu kepada seluruh keluarga. Kami pun pergi ke rumah sakit khusus. Dan ternyata mereka pun memastikan hal yang sama kepada kami. Betapa gembiranya aku, demi Allah! Karena kanker ibarat api yang berjalan dalam tubuh manusia.
Betapa aku berbahagia karena Allah telah mengaruniakanku satu rahmat dari sisiNya, meskipun sekarang aku telah lumpuh kecuali satu tangan dan lidahku. Akan tetapi aku hanya ingin menyampaikan kepada semua orang tentang satu hal, yaitu bahwa engkau selalu berada dalam nikmat yang sangat besar.
Cukuplah bahwa engkau dapat menunaikan hajatmu sendiri, sementara aku, Amel, tidak mampu melakukannya!!
Cukuplah bahwa engkau dapat memakan apa saja yang engkau mau, namun Amel tidak bisa memakan apa saja.
Ibuku terkadang lupa menyelimutiku, aku merasa kedinginan. Aku ingin sesuatu yang dapat menghangatkanku. Di depanku ada selimutku, tapi aku tidak mampu mengambilnya sehingga aku terkadang tidur benar-benar dalam puncak kedinginan!!
Aku ingin minum. Air minum ada di hadapanku, tapi aku tidak bisa mengambilnya, sehingga aku tidur dalam puncak rasa hausku!!
Terkadang aku menginginkan sejadahku untuk menangis, aku rindu untuk meletakkan keningku bersujud di bumi, tapi aku tak bisa melakukannya!!
Aku melemparkan diriku ke lantai agar dapat melekatkan keningku di bumi, namun aku benar-benar akan sulit bergerak hingga keesokan harinya dan terpaksa ibu harus mengangkatku. Aku mendengarkan suara ibu memanggilku, betapa aku ingin menjawabnya tapi aku tidak mampu!!
Seringkali aku mau, namun aku tidak mampu.
Kalian tahu mengapa aku menulis ini?
Tidak, bukan karena aku telah putus asa. Tidak, demi Tuhanku. Karena sungguh aku berada dalam sebuah nikmat yang agung, nikmat yang sangat aku nikmati, yaitu bahwa Allah sangat mencintaiku. Bukankah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
“Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan mengujinya.”
Aku menulis ini untuk mengatakan kepada kalian yang masih asyik bermaksiat : berhentilah! Jika engkau tidak mau berhenti, maka ingatlah bagaimana seandainya engkau adalah aku !!
Demi Allah, saat itu engkau pasti akan berhenti. Bayangkanlah jika engkau sepertiku, tidak mampu menunaikan hajatmu sendiri. Engkau begitu bergantung pada orang lain; jika mereka ingat, mereka akan memberimu makan. Namun jika tidak, mereka akan meninggalkanmu.
Aku mohon kepada kalian semua : jangan lagi durhaka kepada Allah, karena sesungguhnya Allah itu Maha pengasih.
Tidak ada yang mencintaimu dan menginginkan kebaikan untukmu selain Allah. Semua orang menginginkanmu untuk kepentingan mereka, kecuali Allah, Dia menginginkanmu untuk kebaikanmu sendiri!!
Aku mohon kepada kalian : jangan lagi durhaka kepada Allah Tuhanku. Jangan kalian bermaksiat lagi kepadaNya, karena Ia begitu Maha Pengasih dan mencintai hamba-hambaNya.
Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah.... aku mohon kepadaMu di saat ini terimalah taubat siapa pun yang bertaubat dan Engkau maafkan siapa saja yang tergelincir, karena mereka tidak punya siapa-siapa selain Engkau, ya Allah……..
Ya Allah, Tuhan kami, kami menginginkanMu, kami mengharapkan cintaMu, kami ingin dekat denganMu, maka terimalah kami, wahai Tuhan kami dan jangan pernah Engkau menolak kami dengan sia-sia.
Maka bersyukurlah kepada Allah atas nikmat apapun yang diberikannya padamu.
Wasiat Terakhir Saudarimu,
Amel yang telah terkubur.
Sahabat, waktu tak akan pernah berulang, akankah kita semakin menjauh dari Allah yang telah memberikan segala kebutuhan dan nikmat dalam hidup kita ? adakah Aturan yang lebih baik dari aturanNYA, adakah kasih sayang dan cinta yang melebihi kasih sayang dan cintaNYA, adakah yang mampu menghalangi dan menundanya ketika esok hari adalah BATAS AKHIR nafas kita berhembus dan jantung kita berhenti berdetak ? so….siapkan bekal dan investasi yang cukup untuk menghadap kepadaNYA.