Ada satu motivasi beramal shaleh yang termaktub dalam shahih Muslim, diterangkan bahwa suatu hari Rasulullah Saw bertanya kepada para shahabat,
“Siapa di antara kalian yang berpuasa hari ini?”. Maka Abu Bakar ra menjawab “Aku.”
“Siapa di antara kalian yang mengantar jenazah pada hari ini,,” Rasulullah saw bertanya lagi.
Maka Abu Bakar ra kembali menjawab, “Aku.”
Nabi bertanya, “Siapa di antara kalian yang memberi makan kepada orang miskin pada hari ini?
Maka Abu Bakar ra juga menjawab, “Aku.”
Nabi bertanya lagi, “Siapa di antara kalian menengok orang sakit?”
Abu Bakar menjawab “Aku.”
Maka Rasulullah Saw bersabda “Tidaklah seluruh perkara ini berkumpul dalam satu orang melainkan ia akan masuk surga.” (H.R. Muslim).
Ada pelajaran penting yang perlu kita renungkan. Untuk mengantarkan anak-anak kita meraih surga, salah satu pilarnya adalah ringannya hati untuk mensedekahkan hartanya.
Karena salah satu bukti takwa juga kerelaan menafkahkan sebagian harta untuk menyantuni mereka yang miskin, membantu anak yatim, menolong agama Allah serta segala sesuatu yang bernilai ibadah kepada-nya.
Allah Ta’ala berfirman, “Alif lam mim. Kitab (al-Qur’an) mu tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami di anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummy, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Q.s. al-Baqarah [2: 1-4].
Ya, Kita perlu mempersiapkan anak-anak kita agar tangan mereka selalu di atas. Bukan di bawah mengharap sedekah. Kitalah yang harus mendidik mereka agar senantiasa memiliki kegelisahan untuk berbagi dengan apa yang mereka miliki. Bukan untuk memetik kesenangan kerena melihat kegembiraan orang-orang papa tatkala menerima kepingan uang receh yang ia berikan.
Kita pacu mereka untuk berkerja dengan sungguh-sungguh. Kita kobarkan tekad mereka untuk bersedia memeras keringat agar dengan itu dia bisa berbagi. Artinya, mereka bukan hanya sebagai perpanjangan tangan orangtua, tetapi betul-betul dilatih untuk memberi.
Apa bedanya ?
Kadang kita merasa sudah cukup mendidik mereka menjadi dermawan dengan memberi kepingan uang receh untuk mereka berikan kepada pengemis. Sepintas tindakan ini sepertinya sudah cukup untuk mengajarkan kepada mereka tentang keutamaan bersedekah. Tetapi sebenarnya yang kita lakukan hanyalah menyuruh mereka mengantarkan uang, bukan memberi. Itu pun yang kita berikan hanya uang receh yang kalau jatuh di jalan tak akan kita cari.
Bukan berarti memberi uang untuk diberikan kepada peminta-minta tidak berguna. Tetapi ini hanya bagus sebagai pembelajaran bagi balita. Itu pun sebatas memberi pengalaman memberikan uang yang dititipkan kepadanya. Bukan pengalaman untuk berbagi kepada yang meminta. Sebab, kita memberi hanya karena ada yang meminta. Bukan memberi karena MERASA PERLU MEMBERI. Lebih mulia dari itu adalah memberi karena merasakan betapa orang lain sangat memerlukan.
Alhasil, pengalaman memberikan uang receh kepada pengemis hanya mebiasakan mereka untuk tidak gusar pada pengemis. Jauh lebih bermanfaat adalah pengalaman diajak orangtua mengantarkan kepada tetangga yang memerlukan, sahabat dekat maupun jauh yang sedang memiliki keperluan mendesak, atau keluarga yang perlu disantuni. Kita sengaja mendatangi mereka untuk berbagi. Kita sengaja berbagi karena sadar bahwa itu mulia, kita secara sengaja berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memberi sedekah. Bahkan kalau perlu, tunjukkan kepada anak bahwa untuk bersedekah dalam takaran yang memberi manfaat, kita secara sengaja menyisihkan harta, menabungnya untuk kemudian memberikan kepada yang memerlukan.
Kita juga tunjukan kepada anak tentang besarnya keinginan kita untuk bisa memberi dalam jumlah yang lebih besar, seukuran yang bisa meringankan beban orang lain. Pada saat yang sama kita memotivasi mereka untuk kelak mereka bisa berbuat yang lebih.
Jadi, ada tiga hal yang perlu kita tanamkan di sini,
Pertama, memberi sebagai kesengajaan yang disertai usaha dan bahkan perjuangan serius.
Kedua, kita memberi untuk meringankan beban dan memberi manfaat bukan sekadar untuk meringankan perasaan bersalah kita. Apalagi hanya untuk memetik kesenangan dengan mengundang orang-orang miskin datang ke rumah kita, mengumumkan kemiskinan mereka dan memamerkan Kedermawanan kita dengan memberi harta yang tidak seberapa.
Ketiga, kita ajari anak-anak untuk memberi dengan harta yang berguna. Bukan sekedar uang receh yang apabila jatuh di jalan, kita tidak menghentikan kendaraan untuk mengambilnya.
Selebihnya, kita tanamkan kepada mereka tekad untuk bisa memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi agama dan umat ini; tekad untuk bisa memberi yang lebih besar dan lebih baik di masa-masa yang akan datang. Ini diwujudkan dengan kerja keras dan kesungguhan berbagi.
Tentu saja, pada saat yang sama mereka juga perlu kita ajarkan untuk menakar pemberian. Sebab memberi tanpa ilmu akan melemahkan orang yang kita beri. Memberi sedekah kepada saudara kita yang memiliki keperluan sangat mendesak dalam hidupnya, tentu sangat berbeda dengan memberi pengemis. Apalagi jika mereka mengemis karena mencukupkan diri dengan pekerjaan tersebut ( sebagai profesi). Sesungguhnya di antara orang-orang yang meminta-minta itu ada yang memetik keuntungan besar darinya sehingga mereka tak mau lagi berusaha berkerja keras dan produktif.
Agar keinginan, kesediaan dan tekad untuk berbagi itu melekat kuat pada diri mereka, kia perlu mengulang-ulang nasihat, inspirasi, anjuran, dorongan secara langsung maupun pengalaman-pengalaman berbagi secara bermakna.
Pembelajaran yang disertai dengan pemberian pengalaman akan berkesan bagi mereka. Tetapi jika tidak ada perulangan, lama-lama akan menguap habis sehingga anak-anak itu tak mempunyai lagi keinginan- apalagi tekad- untuk bersedekah . Sementara jika sekadar memperoleh perulangan nasihat maupun pengalaman tanpa makna, lama-lama pesan itu akan hambar, tidak menggerakkan jiwa.
Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan tekad. Sekali waktu misalnya, kita bisa mengajak mereka untuk mengunjungi lembaga bisnis milik Muslim yang memiliki kometmen bagus terhadap agama. Kita bisa tunjukkan kepada mereka berapa besar keuntungan yang di peroleh dari bisnis itu. Kemudian kita mengajak mereka untuk melihat, apa amal shalih yang bisa dilakukan dari kutungan bisnis tersebut. Selanjutnya, kita bertanya apa yang bisa mereka lakukan kelak dan menanamkan tekad untuk menolong agama Allah dengan membantu dakwah serta menolong orang-orang yang papa.
Bekerja untuk berbagi adalah titik awal untuk membangun orientasi memberi, salah satu kualitas pribadi yang sangat berpengaruh terhadap diri anak-anak kita. Ada hal-hal lain yang juga harus kita perhatikan sehingga melahirkan kesatuan pribadi yang unggul.