Kita sering dapati, sebagian Ayah enggan mengusapkan tangan ke pipi anaknya yang sedang meneteskan air mata. Mereka juga tidak pernah menyempatkan diri, meski sekali waktu membaringkan tubuh anaknya yang letih hanya karena mereka merasa telah banyak berjasa dengan mencari uang yang tak seberapa mereka ingin di hormati oleh anak-anaknya, tetapi dengan menciptakan jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada Ayahnya sendiri. Mereka ingin menjadi Ayah yang disegani, tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan, padahal Rosul SAW sering mencium putrinya, Fathimatuz Zahra. Bahkan ketika putrinya telah beranjak dewasa.
Mereka ingin disayangi oleh anak-anaknya ketika usianya telah tua, tetapi tidak pernah menanam cinta dan kasih sayang. Mereka ingin dirindukan oleh anak-anaknya disaat renta, tetapi tak pernah punya waktu untuk tertawa bersama. Mereka merasa, kerja sehari telah cukup untuk membeli semua. Sehingga tidak ada yang mengetahui urusan anak dirumah, kecuali istri. Bahkan yang lebih tragis, istri pun tak tahu sama sekali,sebab telah ada pembantu yang menggantikannya semuanya.
Astaghfirullahal ‘azhim. Alangkah sering kita merasa sudah sangat bertanggungjawab terhadap keluarga kita, padahal belum banyak perilaku nabi SAW kepada anak atau istri yang sanggup kita contoh.