Suatu hari, seorang anak wanita
tanpa sengaja melihat ayahnya yang sedang mengusap wajahnya yang mulai penuh
dengan kerutan, dengan badannya yang bungkuk disertai dengan batuk-batuknya.
Sang anak pun bertanya kepada ayahnya tersebut, “Ayah, mengapa wajah ayah kian
berkerut dengan badan ayah yang kian hari kian membungkuk,” Demikian pertanyaan
sang anak kepada ayahnya yang sedang bersantai di beranda rumahnya.
“Karena ayah laki-laki.”
Jawabnya.
“Aku tidak mengerti.” Gumam sang
anak.
Ayahnya hanya tersenyum dan mulai
membelai anaknya terus kemudian menepuk-nepuk bahunya seraya berkata, “Anakku,
kamu memang belum mengerti tentang laki-laki.”
Sang anak pun bingung dan menjadi
penasaran, kemudian anak itu menghampiri ibunya lalu bertanya, “Ibu, mengapa
wajah ayah kian berkerut dengan badannya yang kian hari kian membungkuk, dan
sepertinya ayah menjadi demikian tanpa adanya rasa kesakitan dan mengelu?”
“Anakku, jika seorang laki-laki
yang bertanggung jawab kepada keluarganya maka demikian akan seperti itu”
Anak wanita pun tumbuh dewasa
namun belum menemukan jawaban atas rasa penasarannya.
Hingga pada suatu malam anak
tersebut bermimpi. Di dalam mimpi itu seperti mendengarkan suara yang sangat
lembut namun sangat jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar jelas tersebut
adalah rangkaian jawaban dari rasa penasarannya selama ini.
“Saat Kuciptakan laki-laki, aku
membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga bangunan
keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa
aman, teduh dan terlindungi.”
“Kuciptakan bahunya yang kekar
dan berotot untuk banting tulang menghidupi seluruh keluarganya dan
kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya.”
“Kuberikan kemauan padanya agar
selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatannya
sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun
seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya.”
“Kuberikan keperkasaan dan mental
baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan
kulitnya tersengat panasnya matahari dan demi keluarganya dia merelakan
badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia
relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya dan yang selalu dia ingat,
adalah di saat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari
jerih payahnya.”
“Kuberikan kerutan di wajahnya
untuk menjadi bukti bahwa laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya
pikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam
keluarga bahagia dan badannya yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa
sebagai laki-laki yang bertanggung jawab terhadap seluruh keluarganya,
senantiasa berusaha mencurahkan seluruh tenaga serta segenap perasaanya,
kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya.”
Anak wanita tersebut pun
terbangun dan segera dia berlari, berlutut dan berdoa hingga menjelang subuh. Setelah
itu dia hampiri kamar ayahnya yang sedang berdoa, ketika ayahnya berdiri anak
itu merengkuh dan mencium telapak tangan ayahnya, “Aku mendengar dan merasakan
bebanmu, ayah.”
Dunia ini memiliki banyak
keajaiban, segala ciptaan Allah yang begitu agung, tetapi tak satupun yang
dapat menandingi keindahan tangan ayah.