close

Silahkan kunjungi website program-program mulia kami, klik tombol dibawah ini

www.rumahyatimindonesia.org


Telp. 0265-2351868 | WA 0878 8555 4556

Wednesday, 7 September 2016

Sembunyikan Kebaikanmu Seperti Menyembunyikan Keburukan



Ini adalah kisah dua sahabat sejak SMP yang baru bertemu setelah beberapa tahun, Ahmad dan Zainal. Ahmad adalah seseorang yang pintar namun kurang beruntung dari segi ekonomi. Sedangkan Zainal adalah seseorang yang biasa saja namun karena keadaan orang tua yang mapan mendukung karir masa depannya. Zainal sudah menjadi seorang manager yang tetap menjaga kesholihannya. Setiap kunjungan ke luar kota ia selalu menyempatkan untuk singgah di mesjid. Dia rajin menjalankan solat sunnahnya dan tentu saja solat wajibnya.

Zainal tiba di puncak Bogor, dan mencari mesjid untuk menunaikan solat. Dia pun menemukan sebuah mesjid. Akhirnya Zainal dan Ahmad bertemu di koridor toilet tempat berwudhu di sebuah mesjid yang megah dengan arsitektur cantik serta pemandangan kebun teh yang terhampar hijau dibawahnya. Sungguh indah mempesona.  Zainal tidak menyangka bisa bertemu dengan kawan lamanya setelah beberapa puluh tahun, dan yang lebih membuatnya terkejut adalah melihat fakta bahwa Ahmad sekarang bertugas sebagai marbot masjid.

“Maaf, kamu Ahmad bukan? Ahmad kawan di SMP dulu?”

Ahmad pun nampak terkeju karena mengenali siapa yang menyapanya. Lalu merekapun berpelukan melepas rasa kerinduan yang amat dalam.

“Keren sekali ya kamu mas... mantap.” Seru Ahmad melihat Zainal yang berpakaian rapi dengan dasi. Serta lengan kemeja yang digulung untuk persiapab wudhu, menyebabkan jam ber-merk terlihat oleh Ahmad.

“Ah biasa saja...” Balas Zainal.

Zainal merasa iba melihat Ahmad yang sedang memegang kain pel , celana digulung dan peci 8 dongak hingga jidat lebar terlihat jelas, khas marbot.

“Mad... Ini kartu nama saya..” Lanjut Zainal.

Ahmad melihat, “Manager area...wah keren.”

 “Mad selepas saya shalat, kita bincang ya? Maaf, kalau kamu berminat. Di kantor saya ada pekerjaan yang lebih baik dari sekedar marbot di mesjid ini. Maaf...”

Ahmad tersenyum, Ia mengangguk. “Terima kasih ya... Nanti kita bincang.”

Sambil berwudhu, Zainal tak habis pikir mengapa Ahmad yang pintar hanya bisa bekerja sebagai marbot. Ya, meskipun tak ada yang salah dengan pekerjaan sebagai marbot, tapi marbot... ah, pikirannya tidak mampu membenarkan. Zainal menyesalkan kondisi negeri ini yang tak berpihak kepada orang yang sebenarnya  memiliki talenta serta kecerdasan, namun miskin.

Zainal pun melakukan shalat sunnah, karena ia sudah melakukan shalat wajib di mesjid sebelumnya. Zainal sempat melirik seseorang yang ada dibelakangnya, “Barangkali ini kawannya Ahmad.” Pikirnya. Zainal menyelesaikan doanya secara singkat, karena ingin segera berbincang dengan Ahmad. Namun tiba-tiba anak muda yang shalat dibelakangnya memanggilnya.

“Pak, kenal dengan bapak Insinyur Haji Ahmad?”

“Insinyur Haji Ahmad, yang mana?” Tampak Zainal kebingungan.

“Itu yang barusan berbincang dengan bapak.”

Zainal menyadari, “Oh.. Ahmad.. iya kenal. Kawan saya dulu di SMP. Sudah haji?”

“Dari dulu sudah haji pak. Dari sebelum beliau bangun mesjid ini.”

Kalimat tersebut bear-benar menampar hati Zainal.

Anak muda pun menambahkan, “Beliau orang hebat Pak, Tawadhu. Saya lah marbot asli di mesjid ini. Saya karyawan beliau. Beliau yang bangun mesjid ini di atas tanah wakaf sendiri. Beliau bangun mesjid indah ini sebagai transit bagi siapapun yang hendak shalat. Bapak lihat mall megah di bawah sana? Juga hotel indah di seberangnya? Itu semua milik beliau. Tapi beliau lebih suka menghabiskan waktunya di mesjid ini. Bahkan salah satu kesukaanya, aneh, senang menggantikan posisi saya. Karena suara saya bagus, kadang saya diminta mengaji dan adzan saja.”

Entah apa yang ada di hati dan pikiran Zainal.

Jika Zainal adalah kita, mungkin saat bertemu kawan lama yang sedah bersihkan toilet, segera beritahu posisi kita yang sebenarnya. Atau jika kita adalah Ahmad kita akan langsung menyangkal lalu menjelaskan bahwa kita adalah pemilik mesjid. Karena sesungguhnya kita harus meniru sifat yang dimiliki oleh Ahmad bahwa kita jangan sombong dengan apa yang kita miliki. Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya, seperti ia menyembunyikan keburukannya. Dan kemudian Allah lah yang akan memberitahu siapa kita yang sebenarnya.