Ketika seseorang mengendarai mobil. Kemudian hujan sangat
deras dan pembersih atau kipas kaca tidak berfungsi maka ia pun dilanda gelisah
dan khawatir. Kegelisahan dan rasa khawatir itu tentu bukan karena tidak ada
jalan, melainkan karena ia tidak bisa melihat jalan. Lalu , apa yang harus ia
lakukan, apakah memikirkan jalan ataukah membersihkan kaca duhulu? Tentu
jawabannya adalah yang kedua. Nah, seperti itulah taubat.
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
“Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan
menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar, dan untuk setiap
kesempitannya kelapangan, dan Allah mengarunianya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangkanya“. (HR.Ahmad).
Ketika kita merasa bahwa rezeki kita susah, maka yang harus
segera kita lakukan adalah memeriksa ke dalam diri kita. Karena sesungguhnya
yang menjadi penghalang bertemunya kita dengan rezeki adalah dosa-dosa kita.
Demikian pula dengan jalan keluar bagi masalah-masalah kita. Sebenarnya jalan
keluar itu sudah ada, sebagaimana rezeki kita itu juga sudah ada. Namun, kita
akan sulit menemukannya karena suatu penghalang yang bernama dosa.
Lalu, apa yang harus kita lakukan jika ingin bertaubat atas
dosa-dosa kita? Ada beberapa syarat agar taubat kita diterima Allah Swt.
Syarat pertama, penyesalan. Taubat adalah penyesalan.
Semakin besar rasa penyesalan seorang pelaku dosa, itu bagaikan sedang diperas
segala kotoran dosa dari dirinya hingga benar-benar habis dan kering.
Syarat kedua, memohon ampunan atas kesalahan dan dosa yang
telah dilakukan. Sebagai contoh adalah nabi Adam AS. Langkah pertama yang
beliau lakukan setelah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Allah Swt
adalah bertaubat. Beliau berdoa,
“Ya Tuhan kami, kami
telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi.” (QS. Al A’raf [7]: 23).
Karakter orang yang bertaubat adalah dirinya tidak melihat
kesalahan yang dilakukan orang lain terhadapnya. Dia hanya fokus pada kesalahan
yang telah ia lakukan. Seperti pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah nabi
Adam AS ini. Beliau telah ditipu oleh iblis, tapi beliau tidak menyalahkan
iblis atas kesalahan yang beliau lakukan. Beliau juga tidak menyalahkan Hawa
yang telah menemaninya makan buah yang dilarang oleh Allah Swt.
Demikian juga kisah nabi Yunus AS. Beliau merasa tidak sabar
menghadapi pembangkangan yang dilakukan kaumnya terhadap kebenaran yang beliau
bawa. Beliau pun pergi meninggalkan mereka. Beliau melakukan perjalanan dengan
menumpang sebuah kapal, mengarungi lautan. Di tengah lautan luas, kapal yang
mereka tumpangi diterjang topan badai hingga kapal itu terancam karam.
Para penumpang kapal sepakat bahwa kapal harus dikurangi
bebannya, dan mereka bersepakat akan mengundi siapa di antara mereka yang akan
dilemparkan ke lautan. Setelah melakukan beberapa kali pengundian, nama Nabi
Yunus AS.-lah yang keluar. Beliaupun akhirnya dilempar ke lautan yang gelap
gulita.
Tak cukup sampai di sana, beliau kemudian ditelan oleh
seekor ikan paus. Ketika berada di dalam perut paus inilah kemudian keyakinan
Nabi Yunus AS. kembali menguat. Di dalam suasana yang gelap dan pengap, beliau
bertaubat seraya berdoa kepada Allah Swt sebagaimana diabadikan di dalam Al
Quran,
“.. Sesungguhnya
tidak ada tuhan (yang berhak di sembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau,
sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim”. Maka, Kami telah
memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan, demikianlah
Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anbiyaa[21]: 87- 88).
Nabi Yunus AS. tidak menyalahkan umatnya. Tidak juga beliau
menyalahkan orang-orang yang melemparkannya ke dalam lautan. Beliau pun tidak
menyalahkan ikan paus yang telah menelannya. Beliau fokus kepada dirinya
sendiri yang telah keliru melakukan kesalahan, kemudian memohon ampunan kepada
Allah Swt.
Nabi Adam AS. dan Nabi Yunus AS kemudian diberikan
ketenangan di dalam dirinya oleh Allah
Swt dan diberikan jalan keluar atas permasalahan yang dihadapinya.
Syarat ketiga, tekad untuk tidak mengulangi perbuatan
dosanya. Ada keseriusan di dalam diri untuk tidak mengulangi perbuatan dosa
setelah bertaubat.
Syarat keempat, hijrah. Orang yang bertaubat hendaknya
berpindah dari perbuatan salahnya kepada kebenaran. Bila ada orang yang
terbiasa membicarakan keburukan orang atau menghina orang, hendaklah ia
berhenti dari perbuatannya itu dan membiasakan diri hanya mengucapkan kebaikan
dan kebenaran. Orang yang terbiasa minum minuman keras, hendaklah ia berhenti
kemudian membiasakan diri untuk berderma kepada orang lain dengan harta,
makanan atau minuman yang halal.
Demikianlah orang yang benar-benar bertaubat. Ia akan
meninggalkan kebiasaan perbuatan buruk, lalu berpindah kepada kebiasaan
perbuatan baik. Pindah dari lingkungan yang buruk, kepada lingkungan yang
kondusif untuk memperbaiki diri. Makin kuat hijrahnya, maka makin bagus
taubatnya, makin tenang hatinya, makin terbuka jalan keluar dari semua
permalahan hidup yang ia hadapi.
Betapa manusia selalu melakukan kesalahan. Itu memang tabiat
dari manusia. Namun, karena Maha Pengasih dan Maha Pengampunnya Allah Swt, Dia
terus membuka pintu taubat-Nya hingga kiamat tiba. Oleh karena itu, semoga kita
tergolong sebagai manusia yang bertaubat dengan sungguh-sungguh atas segala
kesalahan-kesalahan kita dan senantiasa sadar untuk tidak mengulanginya.
Sehingga Allah Swt senantiasa mengurus kita, semakin melimpahkan kebaikan bagi
kita.