Allah Swt, berfirman
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah [1]: 6 – 7).
Ayat ini menjelaskan bahwasanya kita perlu mencari ilmu agar mengetahui apa saja hal-hal yang disukai dan yang tidak disukai Allah Swt. Apa yang disukai-Nya, maka lakukan. Sedangkan apa yang tidak disukai-Nya, maka tinggalkan. Adapun perkara rezeki, Allah Swt sudah mengaturnya untuk kita.
Tentang kejujuran misalnya. Antara jujur dan tidak jujur, Allah Swt menyukai yang pertama. Namun, bisa jadi kebanyakan orang menyukai yang kedua. Apabila kita jujur, mungkin ada orang lain yang jadi tidak suka kepada kita. Akan tetapi, karena Allah Swt suka pada Kejujuran, maka ditanamkanlah oleh-Nya rasa tenang, aman, kekuatan dan keteguhan di dalam hati kita. Sehingga kita tetap kokoh dan tidak merasa takut saat tidak disukai oleh sesama manusia yang tidak menyukai sikap jujur kita.
Akan tetapi, ketika kita tidak jujur, mungkin manusia akan menyukai kita. Namun, karena Allah Swt tidak ridha terhadap ketidakjujuran, maka ditanamkanlah oleh-Nya rasa cemas, was-was, resah dan gelisah di dalam hati kita. Jika sudah seperti ini, maka segala kesenangan materiil yang kita peroleh dari ketidakjujuran, tidak akan berarti apa-apa. Kita akan terus-menerus tertekan dari dalam diri sendiri. Bahkan, meski tidak dihina oleh sesama manusia pun, kita akan merasa tersiksa.
Banyak pelaku ketidakjujuran yang kemudian merasakan akibatnya secara langsung di dunia. Seperti dengan hukuman penjara misalnya. Namun, hukuman-hukuman semacam ini mestinya ditafakuri dan disyukuri. Karena hukuman seperti ini adalah cara Allah Swt menegur dan mengingatkan si pelaku sehingga ia mau memperbaiki diri.
Orang yang beruntung adalah orang yang melakukan kesalahan kemudian diingatkan sehingga ia mengetahui jalan perbaikan. Sedangkan orang yang rugi adalah orang yang melakukan kesalahan namun tidak mendapat peringatan, sehingga ia semakin tenggelam dalam kesalahan. Lebih rugi lagi orang yang berada di dalam kesalahan kemudian berakhir hidupnya sebelum sempat memperbaiki dirinya.
Contoh lainnya, membicarakan keburukan orang lain. Ini adalah perbuatan yang hampir lazim terjadi di seluruh lapisan masyarakat kita. Padahal ini salah satu perbuatan yang tidak disukai Allah Swt. Membicarakan keburukan orang itu bukanlah hal yang mengenakkan. Pelaku perbuatan seperti ini, ketika baru saja membicarakan keburukan orang lain, maka kondisi hatinya seketika itu juga tidak enak. Penuh prasangka negatif, kecurigaan, iri dan dengki. Itu baru dari aspek dalam. Dari aspek luar, raut muka pelaku perbuatan ini pun seketika itu akan berubah jadi tidak mengenakkan. Demikian pula dengan kalimat-kalimat yang diucapkannya.
Sebaliknya dengan orang yang membicarakan kebaikan orang lain. Saat melakukan hal itu, keadaan hatinya akan baik karena berisi hal-hal positif tentang orang yang dibicarakannya. Raut mukanya cerah dan sumringah. Ucapan-ucapannya pun berisi kebaikan dan optimisme.
Sahabat, tidak pernah ada kata terlambat selama nyawa masih dikandung badan. Segera jauhilah berbagai hal yang mengundang ketidaksukaan Allah Swt. Sesungguhnya Dia tidak menyukai hal-hal yang menimbulkan keburukan. Waktu yang kita miliki tidaklah banyak. Sayang jika sia-sia karena perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat dan tidak disukai oleh-Nya. Malah, bisa-bisa kita terjerumus kepada sikap kufur nikmat karena mengisi nikmat waktu dan kesempatan dengan perbuatan-perbuatan sia-sia dan dosa. Na’udzubillahimindzalik.
Padatkanlah aktifitas harian kita dengan kebaikan dan perbuatan yang disukai oleh-Nya. Teladanilah akhlak Nabi Muhammad Saw, niscaya Allah Swt akan mengurus kita, memudahkan rezeki kita, dan mempercepat jalan keluar atas segala problematika hidup kita.