Jika anda pergi ke toko buku,disana anda akan melihat berbagai macam buku best seller yang kebanyakan temanya adalah tentang kekayaan. Rupanya orang sekarang mulai terjangkiti dengan virus yang namanya “kekayaan”.
Lantas jika diajukan pertanyaan , memang kenapa jika kita anda kaya?. Banyak diantara mereka lantas berperilaku sangat konsumtip. Mereka membayangkan tinggal di rumah mewah, mengendarai mobil mewah, pelesiran ke berbagai negara, tidur dihotel berbintang,dan makan di restoran terkenal dan mahal.
Kemudian jika ditanyakan lebih lanjut, untuk apa semuanya itu dilakukan? Tentu jawabnya untuk mencari kebahagiaan. Benarkah?. Benarkah dengan kita melakukan semau itu hidup kita akan bahagia? Jika untuk meraih kebahagian itu harus menjadi kaya dan melakukan hal-hal tersebut diatas, maka alangkah tidak adilnya Tuhan. Karena hanya memberikan kebahagiaan pada orang kaya saja.
Namun ternyata faktanya tidak demikian. Tawa ria dimilki oleh semua orang tidak pandang bulu, yang berkantong tebal maupun kosong melompong. Tawa ria ada di gubuk reot maupun diistana. Begitu pula kesedihan, kekecewaan dan tangis bukan milik orang yang miskin dan papa saja.
Tetapi juga singgah dirumah mewah dan istana megah.
Tawa dan kesedihan adalah keadaan hati. Sedangkan suasana hati tidak hanya ditentukan oleh banyaknya harta. Coba tanya kepada mereka yang bergelimang harta namun, tidak mampu bangkit dari tempat tidur karena sakit yang mengenaskan.
Apakah mereka merasa bahagia? Atau Tanya kepada orang yang kaya dari hasil korupsi. Apa mereka bahagia? Ya mungkin dari luar mereka nampak bahagia, namun dilubuk hatinya bersemayam kecemasan was-was dan ketakutan. Untuk menutupi atau menghindari dari perasaan itu mereka, mencari kesenangan kesengan lain.
Namun setelah sesampai di rumah hatinya kembali resah dan gelisah. Kebahagian yang mereka rasakan adalah kebahagiaan semu. Pernah saya mendengar kesaksian dari salah seorang konglomerat di negeri ini. Ketika dia membangun sebuah proyek raksasa awalnya dia bahagia namun setelah selesai kebahagiaan itu sirna. Keadaan tersebut berlansung terus menerus, sehingga dia sadar apa sebenarnya yang dicari? Kemudian dia memulai untuk mendekat kepada agama, sejak itulah dia merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.
Saya menyampaikan ini bukan berarti anti kaya. Tetapi saya ingin mendudukkan pengertian yang sebenarnya konsep tentang harta. Jangan sampai kita tertipu oleh manisnya dunia. Namun setelah itu kita akan sengsara selama-lamanya. Manisnya dunia itu ibarat fatamorgana, dari kejauhan nampak air yang menggenang namun setelah didekati ternyata kering kerontang tidak ada apa-apanya.
Ada sebuah cerita yang barangkali bisa menjadi inspirasi. Seoang eksekutif muda berjalan-jalan santai di pinggir pantai. Di kejauhan terlihat lelaki tua yang sedang memancing. Dengan rasa penasaran si pemuda mendekati lelaki tua tersebut. “ pak sedang apa ?” Tanya sang pemuda memulai pembicaraan.
“ seperti yang anda lihat anak muda, saya sedang mencari ikan dengan memancing” jawab pak tua sambil memandang anak muda yang menyapanya. “ apa pekerjaan bapak selain memancing?” Tanya pemuda. “ hanya memancing seperti ini” jawap pak tua pendek.. “ Kenapa tidak menggunakan jaring saja,biar hasilnya lebih banyak” lanjut pemuda itu. “ Memangnya kalau menghasilkan banyak ikan kenapa?” tanya pak tua sambil memandang pemuda itu.
“ Ya, jika mendapatkan banyak ikan, nanti bisa dijual. Lalu hasilnya sebagian bapak simpan dan nanti bisa dibelikan perahu”. “ memangnya kenapa jika saya sudah mempunyai perahu?” tanya pak tua ingin memahami jalan pikiran anak muda tersebut.” Ya. Jika bapak mempunyai perahu, maka bapak akan dapat mencari ikan lebih banyak lagi.
Lalu jika uang bapak sudah banyak, dapat dibelikan kapal yang besar sehingga ikan yang dihasilkan lebih banyak.” Terang si pemuda. “memangnya kenapa jika aku sudah punya kapal besar dan banyak uang?” selidik pak tua setelah memahami arah pembicaraan sang pemuda.” Ya, bapak bisa mendirikan pabrik pengalengan ikan. Sehingga nanti bapak tinggal, santai saja, pelesiran mengelilingi dunia” terang pemuda dengan semangat. “ ya ya ya.” Pak tua manggut-manggut, lalu berkata. “ lalu jika saya sudah berkeliling dunia, apa yang harus aku lakukan?”.
Sang pemuda nampak bingung. “iya ya. Apa yang dilakukan ya.” Bisik pemuda dalam hati. “ bukankah aku akhirnya mancing lagi?” kata pak tua memecah kesunyian. “ Anak muda apa yang engkau pikirkan itu sudah aku jalani, diwaktu muda. Aku kerja keras mencari uang dan akhirnya memilki banyak usaha.
Aku bisa pergi kemana-mana berkeliling dunia tanpa ada masalah keuangan. Aku kira dulu dengan memiliki rumah yang mewah, mobil mewah, berkeliling dunia kebahagiaan aku bisa raih. Namun setelah semua itu sudah aku miliki ternyata tidak ada apa-apanya. Kebahagiaan yang aku rasakan barangkali sama dengan kebahagiaanku ketika aku menerima permen dari ayahku sepulang kantor.
Bahkan barangkali kebahagian yang aku rasakan masih kalah dengan kebahagian orang yang sudah dua hari tidak makan, kemudian mendapatkan makanan walaupun hanya dengan lauk sambal saja.
Karena itu anak muda, jangan engkau sampai terlena dengan menghabiskan waktumu hanya untuk mengejar uang saja.
Tetapi isilah hidupmu dengan ilmu dan agama sehingga hidupmu akan terasa bermakna dan mendapatkan kebahagiaan yang hiqiki. Kebahagian yang sebenarnya bukan terletak pada seberapa banyak harta yang dimilki. Kebahagian terletak di hati. Hal-hal kecil bisa mendatangkan kebahagian jika engkau pandai memaknainya.
Jika engkau bisa mebuat bahagia dengan hal-hal kecil maka, hidup anda akan bahagia. Dan kebahagiaan sejati apa bila hidup anda bermanfaat bagi banyak orang. Sedang untuk menjadi orang bermanfaat tidak berarti harus menjadi penguasa.
Kita bisa melakukan hal-hal yang remeh, seperti senyum kepada setiap oarng yang kita temui umpamanya”.
Sebagai orang beriman tentu kita mempercayai adanya kehidupan setelah mati. Suatu kehidupan yang kekal abadi. Layaknya sebuah kehidupan tentu disana juga memerlukan onkos atau biaya.
Namun amat disayangkan, disana tidak ada pekerjaan atau usaha yang dapat dilakukan untuk membiayai hidup. Biaya hidup disana hanya berdasarkan bekal yang telah dikumpulkan sewaktu di dunia. Alangkah konyol dan naifnya, kita mencari bekal untuk hidup di dunia yang sementara, mengorbankan banyak waktu dan tenaga, sampai-sampai kita melupakan mengumpulkan bekal akhirat.
Bagahimana kita bisa dengan mudah bangun pagi untuk berangkat bekerja dengan hanya untuk mengejar uang Rp. 50.000 atau Rp 200.000,-, sementara kita merasa berat untuk menunaikan panggilan sholat subuh di masjid. Padahal kita tahu betapa besar balasan yang akan kita peroleh, jauh lebih baik dari dunia dan isinya. Sungguh alangkah naif dan bodohnya kita, jika kita melupakan hal-hal yang sangat penting dan bernilai besar ditukar dengan ha-hal yang remeh dan tidak bermakna.
Sadarkah anda untuk apa harta yang anda kumpulkan, jika tidak didasari dengan niat yang benar didalam mencarinya. Harta yang anda kumpulkan tidak hanya untuk pemuas, mata, telinga, mulut dan kemaluan dan nafsu saja. Bagaimana tidak, coba anda renungkan, bagi mereka yang tidak didasari oleh agama, harta yang mereka peroleh hanya untuk membeli rumah mewah, mobil mewal, alat-lat music yang bagus, pelesiran, makan-makan dan perempuan.
Oleh sebab itu sahabatku, mari kita niatkan langkah didalam membina dan memperbesar usaha k, untuk mencari keridhoaNya, menyediakan lapangan kerja dan hasilnya digunakan untuk membantu sesama.