Ada sebuah kisah. Salah satu murid Imam bin Hanbal menceritakan bahwa pada satu malam yang hampir larut, gurunya datang ke rumahnya. Beliau mengetuk pintu dengan pelan, dan setelah dipersilakan masuk beliau berjalan dengan agak berjinjit, kemudian duduk dengan pelan, seolah setiap gerakannya tidak mau didengar oleh siapapun.
Setelah meminta maaf karena kedatangannya di malam hari, Imam bin Hambal berkata kepada muridnya itu, “Wahai Harun, siang tadi aku melintas tidak jauh dari majlismu ketika engkau sedang mengajar. Aku melihat murid-muridmu terkena terik matahari saat mencatat hadits-hadits. Sementara engkau, bernaung di bawah bayangan pepohonan. Lain kali, sebaiknya engkau duduklah dalam keadaan sebagaimana murid-muridmu duduk.”
Kemudian, Imam bin Hanbal pamit dan meninggalkan rumah sang murid dengan langkah yang penuh kehati-hatian supaya tak menimbulkan suara.
SubhaanAllah. Indah sekali akhlak Imam bin Hanbal. Beliau sebenarnya bisa saja mengoreksi sikap muridnya itu langsung ketika melintas majlisnya. Namun, beliau memilih untuk melakukan hal itu di rumahnya dan di malam hari tanpa diketahui oleh orang lain dengan tujuan agar kehormatan muridnya itu tetap terjaga.
Pelajaran lain dari hikmah ini adalah bahwa Imam bin Hanbal enggan jika sikapnya, kebaikannya ketika mengingatkan sang murid itu dilihat orang lain. Bagi beliau cukuplah hal itu orang yang bersangkutan yang mengetahui dan tentu saja Allah Swt. Beliau juga tidak berlarut-larut, melainkan segera pergi setelah mengutarakan maksudnya.
Kebaikan Imam bin Hanbal meski beliau lakukan sekilas saja tanpa mau mengingat-ingatnya, membahas-bahasnya, namun tetap betapa meninggalkan pelajaran yang sangat berarti bagi sang murid. Kebaikan yang dilakukan dengan penuh rasa ikhlas dan menjauhi kemungkinan timbulnya rasa ingin dipuji, ujub dan sum’ah (ingin didengar orang lain).
Rosululloh Saw. bersabda, “Orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, dengan santai diusirnya hanya dengan mengibaskan tangan. Adapun seorang mukmin melihat dosa-dosanya bagaikan duduk di bawah kaki gunung yang siap menimpanya.” (HR. Bukhori)
Cukuplah Allah yang menilai kebaikan kita. Semoga kita tergolong hamba-hamba-Nya yang senantiasa ikhlas dan hanya mengharapkan ridho-Nya. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin.