Kadang yang membuat kita gagal atau terlambat meraih mimpi-mimpi kita adalah karena kita kurang percaya pada kemampuan diri dan terlalu menuruti celoteh orang lain yang negatif atas diri kita.
Kisah kali ini akan memotivasi kita agar lebih percaya diri dan tidak begitu saja mendengar penilaian orang lain.
Alkisah, ada seorang pelukis terkenal di sebuah negeri. Suatu hari dia kedatangan seorang tamu pria yang sudah lanjut usianya. Orangtua itu membawa beberapa sketsa yang ingin diperlihatkan kepada pelukis besar tersebut untuk meminta pendapat dan penilaian apakah sketsa itu bernilai, atau setidak-tidaknya menyatakan seberapa besar bakat potensial dari pembuatnya.
Sekilas, dilihatnya sketsa berbagai bentuk dan jenis hewan di hadapannya. Karena keahliannya, dalam waktu sekejap saja, pelukis besar itu sudah dapat menilai apakah sketsa atau lukisan kasar itu memiliki nilai artistik atau sebaliknya tidak berharga sama sekali. Dengan tutur sapa yang lembut dan halus, si pelukis ternama menyampaikan bahwa sketsa yang diperlihatkan tamunya itu kurang begitu berharga dan kurang memperlihatkan bakat seni. Tak lupa, sang seniman meminta maaf atas pendapatnya yang mungkin menyakiti tamunya. Akan tetapi dalam hal ini, dia tidak bisa membohongi kenyataan dan pendapatnya.
Orang tua itu tertunduk lesu dan tampak kecewa. Kemudian dia mengeluarkan map yang lain, sambil memohon agar si pelukis mau melihat beberapa sketsa dan lukisan lain yang dibawanya, yang merupakan karya seorang pemuda dari suatu sanggar seni rupa. Kali ini, si pelukis besar melihat berbagai jenis sketsa dan juga pemandangan.
Setelah memperhatikan dengan lebih seksama beberapa lukisan berikutnya, si pelukis tampak sangat tertarik dengan bakat seni yang terlihat di lukisan itu, “Ini.. Oh ini bagus sekali! Sangat detail dan memiliki sudut pandang yang unik. Anak muda ini memiliki bakat besar. Ia harus dibantu dan didorong dalam kariernya sebagai seorang pelukis. Dia memiliki masa depan yang cerah jika dia tekun melatih kemampuan dan tekniknya ini, serta setia pada apa yang menjadi cita-citanya sebagai seorang pelukis.”
Mendengar komentar itu, bapak tua tersenyum gembira, “Terima kasih atas penilaian dan penghargaan Anda.”
“Siapa gerangan pelukis muda yang berbakat ini?” tanya si pelukis “Apakah dia putra bapak?”
“Bukan,” jawab si bapak dengan muka dan nada suara sedih. “Lukisan yang terakhir Anda lihat itu adalah coretan tanganku dua puluh tahun silam. Jika saja aku bisa mendengar komentar positif Anda pada saat itu…. Sayangnya, aku berkecil hati, kurang percaya diri dan berhenti terlalu cepat dalam menekuni aliran seni lukis itu.” Lalu dia melanjutkan, “Yakh, setidaknya aku telah mendapat satu pelajaran di kehidupan ini, jangan cepat menyerah apalagi saat mendengarkan komentar negatif dari orang lain. Selagi kita mau belajar, perubahan dan kemajuan bisa kita dapatkan. Terima kasih atas pertemuan ini.” Dan mereka pun berpisah..
"Mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan" (al Ahzab : 19).