close

Silahkan kunjungi website program-program mulia kami, klik tombol dibawah ini

www.rumahyatimindonesia.org


Telp. 0265-2351868 | WA 0878 8555 4556

Wednesday, 6 September 2017

Kisah Abu Hanifah Dan Seorang Pemalas














Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar olehnya suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu- sedu. Keluhannya mengandungi kata-kata, "Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Oh, adakah seseorang yang berbelas kasihan yang sudi memberi curahan air walaupun setetes."

Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah merasa kasihan lalu beliau pun balik ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Sesampainya Abu Hanifah ke rumah orang yang mengeluh tersebut, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada orang yang malang tersebut. Kemudian Abu Hanifah meneruskan perjalanannya.

Si malang berasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas ia tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, nyatalah bungkusan itu berisi uang dan secarik kertas yang bertulis, "Hai manusia, sungguh tidak patut kamu mengeluh seperti itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh atas peruntungan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cobalah memohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus."

Pada keesokan harinya, lmam Abu Hanifah melalui lagi rumah orang malang tersebut dan suara keluhan kembali terdengar, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin,sekedar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai penentu nasibku."

Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan secarik kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Si Malang yang juga orang yang malas tersebut gembira mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.

Seperti kemarin, di dalam bungkusan itu ada secarik kertas. Selanjutnya Si Malas membaca tulisan tersebut yang berbunyi, "Hai kawan, bukan begitu cara memohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian ‘malas’ namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan.. ..jangan berbuat demikian. Hendak senang mesti suka pada bekerja dan berusaha karena kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu atau disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah... carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas berkerja."
Setelah selesai surat itu, si malas termenung, dia insaf tn sadar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka :rikhtiar dan berusaha.

Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya ituk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun ;rubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah jhan) dan mengikuti segala nasihat Abu Hanifah yang di- mpaikan melalui secarik kertas.

Dalam Islam tidak ada istilah pengangguran, istilah i hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam engajar kita untuk terus bekerja dan bukan mengajar kita ituk meminta-minta di tepi jalan.