Pada suatu ketika Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam beserta sahabat-sahabatnya sedang berkumpul dan bercengkraman satu sama lain. Lalu dihadapan mereka lewatlah seorang laki-laki yang memegang janggutnya yang basah habis berwudhu’ dan tangannya yang kiri memegang sandal jepit. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata kepada sahabat-sahabatnya: “Dialah pemuda ahli syurga“, kata Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam.
Keesokan harinya Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam tetap berkumpul dengan sahabat-sahabatnya. Lalu laki-laki yang sama pun lewat dihadapan mereka dengan janggut yang basah bekas berwudhu’ dan tetap ditangan sebelah kirinya memegang sandal jepit. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam pun tanpa banyak kata-kata hanya mengatakan kepada sahabat-sahabatnya: “Ia pemuda ahli syurga“.
Begitu pula dihari yang ketiga Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallammengatakan hal yang sama dihadapan sahabat-sahabatnya: “Ia pemuda ahli syurga“.
Maka ada salah satu sahabat Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallambernama Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu yang penasaran. Ada apa dibalik laki-laki tersebut?, sehingga Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkali-kali mengatakan ‘ia pemuda ahli syurga’.
Maka Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu ini pun mengikuti sang laki-laki tersebut sampai ke depan rumah sang pemuda Anshor itu. Lalu mengatakan: “Wahai pemuda Anshor, sebenarnya aku memiliki cekcok dengan ayahku sehingga aku tidak bisa pulang kerumah!. Bolehkah pada hari ini, aku menginap dirumahmu?”, katanya mencari-cari alasan. Lalu pemuda Anshor yang baik hati pun mempersilahkan Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu untuk bermalam dirumahnya.
Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu ketika tengah malam disepertiga malam ia bangun dan melihat, mencermati, mengamati. Apa sih yang sebenarnya dilakukan laki-laki ini?, sehingga ia dikatakan ‘begitu istimewa’, oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Tapi ia melihat pemuda Anshor tersebut tidak bangun, hanya berdzikir saja balik kekanan balik kekiri memuji Allah, tidak shalat, dan tidak melakukan hal-hal yang lain.
Lalu begitu pula dimalam yang kedua ketika pada akhirnya Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu pun kembali mencermati. Apa yang terjadi dengan laki-laki ini?, Apa ibadahnya?, Apa perlakuan yang begitu istimewa?, kepada laki-laki yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam ‘pemuda ahli syurga’. Tidak juga!, disepertiga malam tidak juga bangun, hanya berzikir saja, hanya memuji Allah saja, tidak ada yang lebih, tidak ada yang istimewa.
Begitu pula dihari yang ketiga pun laki-laki tersebut melakukan hal yang sama.
Lalu Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu pada akhirnya jujur kepada laki-laki tersebut dan mengatakan: “Wahai pemuda Anshor, aku minta maaf sesungguhnya aku tidak memiliki cekcok apapun dengan ayahku. Hanya saja, aku begitu penasaran kepada engkau. Kenapa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallamberkali-kali menyebut engkau sebagai ‘pemuda ahli surga’?. Apa keistimewaan engkau?”. Lalu sang laki-laki tersebut mengatakan: “Aku tidak memiliki keistimewaan apapun. Aku sama seperti yang engkau lihat selama ini. Aku biasa-biasa saja. Tidak ada yang hebat dalam diriku”.
Lalu Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu pun hanya terdiam dan kemudian meninggalkan laki-laki tersebut. Lalu laki-laki tersebut kemudian memanggil: “Wahai pemuda kemari, aku ingin memberitahukan satu hal. Ibadahku biasa saja, shalatku biasa saja, puasaku biasa saja, tidak ada yang istimewa. Tapi satu hal, aku ingin memberitahu engkau. Bahwa didalam hatiku, aku tidak pernah menyimpan rasa iri, rasa dengki. Hatiku, aku selalu menjaganya agar ia senantiasa bersih. Hatiku, aku menjaga supaya ia senantiasa tidak terkotori dengan sesuatu apapun. Aku tidak pernah marah pada orang. Aku tidak pernah menyakiti hati orang. Pun hatiku, aku jaga supaya tidak tersakiti oleh kata-kata dan perlakuan orang lain”. Lalu Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu pun pada akhirnya mengangguk-angguk sambil termenung dan kemudian ia mengatakan: “Inilah hal yang belum bisa kami perbuat, menjaga hati senantiasa bersih dari penyakit-penyakit hati”.
Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa betapa penyakit hati, betapa rasa kecewa, marah, dengki ternyata bisa mengotori hatimu dan membuatmu tidak lagi menjadi orang yang berlapang dada.
Maka dari pelajaran ini kita bisa mendapatkan hikmah bahwa untuk menjadi orang-orang yang berlapang dada, ada beberapa hal yang harus kita lakukan: sabar, taat kepada Allah, qonaah dan tawakal ‘alallah.
Mudah-mudahan kisah sederhana ini bisa menjadi pembelajaran untuk kita, untuk senantiasa berlapang dada. In shaa Allah. Aamiin.