Imam
Zahid adalah seorang hamba yang dikenal shalih dan takwa. Pada suatu hari
setelah beliau membaca Al-quran, Imam Zahid termenung. Pikirannya tertuju pada
ayat 75-79 surat al An-am yang berkisah tentang usaha Nabi Ibrahin untuk
mencapai keyakinan terhadap ketuhanan Allah Swt. Saat ituy, ia merasakan ada
sesuatu yang mengganjal bathinnya. Selama ini, ia tahu Allah Swt. adalah Tuhan
Yang Maha Pengasih dan selalu memberikan rezeki kepada siapapun dan dimanapun,
baik bagi orang yang beriman ataupun kafir. Selama makhluk itu hidup, rahmat
dan karunia-Nya akan tetap mengalir.
Bagi
Imam Zahid, pandangan pengetahuan tersebut baru sebatas percaya. Ia belum yakin
sepenuhnya terhadap pandangan tersebut. Bermula dari kisah Nabi Ibrahim as. ia
ingin mencari keyakinan sekaligus ingin membuktikan bahwa Allah Swt.
benar-benar membagikan rezeki dimana pun makhluk itu bertempat tinggal.
Selanjutnya,
Imam Zahid mencari tempat yang jauh dari keramaian manusia. Dan, tempat yang
dipilihnya adalah gunung. Sesampainya ditempat tujuan, Imam Zahid duduk dimulut
gua. Tempat itu persis dengan apa yang ia inginkan, yaitu tempat yang
benar-benar sepi dan tampaknya tidak satupun manusia yang berada ditempat itu
sebelumnya.
Beberapa
hari kemudian dugaan Imam Zahid meleset, karena dari kejauhan terlihat nampak
serombongan kafilah dagang yang melintas ditempat itu dan mendekati tempatnya
berada. Rombongan kafilah itu sedang tersesat hingga sampai ketempat beliau
mengasingkan diri. Mereka merupakan kelompok pedagang yang berkeliling
mengarungi padang pasir dengan mengendarai unta. Mereka berdagang dari kota
satu ke kota yang lainnya.
Terdengar
teriakan pemimpin kafilah itu agar semuanya berhenti sebentar di depan gua.
Sepertinya pemimpin kafilah itu mengetahui keberadaan Imam Zahid yang
duduk diam di depan gua.
"Wahai
tuan, tolong tunjukkan kepada kami jalan ke kota terdekat agar kafilah kami
tidak tersesat," kata pemimpin kafilah itu kepada Imam Zahid,
"Sudah
berhari-hari kami berada dikawasan ini dan belum juga menemukan jalan untuk ke
kota."
Imam
Zahid diam tidak menjawab. Pandangannya tidak beralih sedikitpun ke pemimpin
kafilah. Pandanagannya tetap ke depan, tak menghiraukan keberdaan siapapun
disekelilingnya. Sekali lagi pemimpin kafilah itu mengulangi pertanyaannya.
Akan tetapi, Imam Zahid tak bergeming. Ia tak menjawab, walaupuin berulang kalinya.
"Sepertinya
orang ini sangat kelaparean, sampai-sampai ia tidak kuat untuk berbicara. Beri
ia makan dan minuman," perintah pemimpin kafilah kepada anak buahnya.
Seorang
pekerja kafilah itu meletekkan makanan dan minuman di depan Imam Zahid, dan
berkata, "Makanlah tuan."
Imam
zahid tetap diam dan tidak bereaksi, meskipun orang itu mengulangi
perkataannya. Orang itu mendekatkan makanan ke wajah Imam Zahid.
"Mungkin
badannya sangat lemah karena menahan lapar yang luar biasa, sampai tidak bisa
menggunakan tangannya. Mungkin suapkan saja ke mulutnya, barangkali ia baru mau
memakannya," usul pemimpin kafilah.
Orang
itu melaksanakan semua yang dikatakan pemimpin kafilah. Namun, mulut Imam Zahid
tetap terkunci, tak mau membukanya.
"Buka
paksa saja mulutnya, ia mungkin sangat lemah untuk membuka mulutnya
sendiri," kata pemimpin kafilah itu.
Orang
itu mencoba untuk membuka mulut Imam Zahid, tetapi mulut itu tetap tak mau
membuka untuk mengunyah makanan.
"Allahu
akbar, pakailah pisau untuk membuka mulutnya!" Perintah pemimpin kafilah.
Ketika
salah seorang kafilah membuka bungkusan untuk mengambil pisau, secara tiba-tiba
Imam Zahid tertawa keras. Orang-orang yang ada ditempat itu terkejut bukan
main.
"Ternyata,
kamu tidak lemah atau kelaparan, tidak seperti yang kami sangka," kata
pemimpin kafilah.
"Tidak
tuan-tuan," kata Imam zahid, "Aku tidak kelaparan, sebagaimana yang
kalian perkirakan. Sebelumnya aku mohon maaf bila merepotkan kalian semua.
Ketahuilah tujuanku berda disini dan seperti tak nmenghiraukankeberadaan kalian
hanyalah untuk mencari tahu dan meyakinkan diri tentang cara Allah SWt.
memberikan rezeki kepada segenap makhluk-Nya. Ternyata ditempat terpencil dan
dunyi inipun Allah swt. tetap memperhatikanku dan mengirimkan rezeki-Nya
melalui perantaraan kalian. Karena itu dimanapun kita berada pasti diberikan
rezeki oleh allah Swt; Tuhan tidak akan pernah menelantarkan makhluk-Nya."
Pemimpin
dan anggota kafilah dapat memahaminya. Imam zahid dan rombongan kafilah
pedagang itupun makan bersama-sama. sesudah menyantap makanan, ia dan rombongan
kafilah yang tersesat itu pergi menuju ke kota. Kini Imam Zahid telah yakin dan
semakin bertambah keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt.