Ketika sayyidah Fathimah sedang sakit diambang kematian, maka Asma bintu Umais radhiyallahu anha datang berkunjung untuk menjenguknya.
Maka Fathimah berkata untuk Asma:
“Wahai Asma, aku begitu malu ketika harus keluar di esok hari di hadapan para lelaki (ketika aku telah meningal) dan tubuhku dibawa diatas peti mati”.
Peti mati ketika itu, hanyalah sebuah kayu datar yang terbuka. Dan Tubuh mayyit yang sudah tertutup oleh kain kafan akan diletakkan diatasnya dan ditutup lagi dengan sebuah kain sebagai tambahan.
Fathimah radhiyallahu anha sangat malu dan sedih ketika tubuhnya akan terbentuk oleh kain kafan, dia tidak ingin ada seorang lelaki dapat melihat bentuk dan lekuk tubuhnya. Maka dengarkanlah kembali isi curhatan Fathimah yang sungguh mendalam:
إِنِّي قَدِ اسْتَقْبَحْتُ مَا يُصْنَعُ بِالنِّسَاءِ أَنْ يُطْرَحَ عَلَى الْمَرْأَةِ الثَّوْبُ فَيَصِفُهَا
“Sesungguhnya aku merasa malu dengan apa yang terjadi untuk para wanita ketika mereka dipakaikan sebuah kain kafan, maka kafan itu membentuk tubuhnya”
Mendengarkan curhan hati dari Fathimah radhiyallahu anha, maka Asma bintu Umais berkata untuknya:
يَا ابْنَةَ رَسُولِ اللهِ أَلَا أُرِيكِ شَيْئًا رَأَيْتُهُ بِالْحَبَشَةِ
“Wahai putri Rasulullah, maukah aku kabarkan kepadamu sebuah peti mati yang aku lihat di Habasyah?”
Maka Asma membuat peti mati yang tertutup dari semua sisinya seperti sebuah kardus. Ketika peti mati sudah jadi, Asma kemudian menutup peti mati itu kembali dengan sebuah kain yang luas maka tubuh mayyit yang dibawa diatasnya tidak akan mungkin terbentuk atau tersifati.
Melihat perbuatan Asma, Fathimah begitu bahagia. Seketika, Fathimah berkata untuk Asma:
سترك الله كما سترتني مَا أَحْسَنَ هَذَا وَأَجْمَلَهُ تُعْرَفُ بِهِ الْمَرْأَةُ مِنَ الرَّجُلِ فَإِذَا مِتُّ أَنَا فَاغْسِلِينِي أَنْتِ وَعَلِيٌّ
“Semoga Allah menutup auratmu sebagaimana engkau telah berusaha untuk menutup auratku. Betapa indahnya buatanmu ini, sehingga wanita yang meninggal bisa dibedakan dengan lelaki yang meninggal. Jika aku mati, maka mandikanlah diriku bersama Ali” (HR. Abu Nu’aim Al-Asbahani pada Hilyah Al-Aulia 2/43)
Subhanallah, dia malu padahal nantinya hanyalah seorang yang sudah wafat dan itupun sudah benar-benar tertutup dan terbungkus dengan 5 kain kafan !! Apalagi yang akan terlihat ?
Fathimah tidaklah mencurahkan isi hatinya ketika di pasar atau sebuah taman, namun sayyidah Fatimah mencurahkan isi hatinya ketika beliau diambang kematian.
Sayyidah Fathimah malu ketika beliau sudah wafat, maka bagaimana dengan wanita yang masih hidup tidak memiliki rasa malu ?
Seandainya Fathimah melewati sebuah pasar yang ada di zaman kita sekarang ini, dan beliau melihat para wanita yang rasa malunya telah mati. Maka apa yang akan beliau katakan ? Wanita saat ini, sudah mati rasa malunya sehingga mereka berani untuk melepaskan hijabnya bahkan menggunakan pakaian sempit lagi minim. Wanita saat ini, sudah hilang rasa malunya sehingga mereka berani untuk memperindah dan memberikan parfum pada dirinya.
Maka beliau hanyalah akan menangis ketika melihat rasa malu dari wanita muslimah saat ini telah hilang dan mati.
Apa yang membuat sayyidah Fathimah radhiyallahu anha sampai pada keududukan yang tinggi seperti ini? Hal tersebut, karena sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang ada pada diri Fathimah radhiyallahu anha:
الحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Rasa malu tidak akan mendatangkan kecuali kebaikan” (HR. Bukhari)
Maka tangisilah diri kita, ketika kita tidak menangis melihat tingginya rasa malu sayyidah Fatimah Az-Zahra radhiyallahu anha.
Hadiahkan cerita ini untuk semua saudari kita yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal.
Semoga Allah selalu menutup Aurat kita, ayah dan ibu kita, saudara dan saudari kita, putra dan putri kita dan seluruh keluarga dan kerabat kita, dan seluruh kaum muslimin dan muslimat di dunia maupun akhirat.
Amiin yaa Rabbal ‘aalamiin.