Seorang ibu menyuruh
seorang anaknya membeli sebotol penuh minyak. Ia memberikan sebuah botol kosong
dan uang Rp 10.000. Kemudian anak itu pergi membeli apa yang diperintahkan
ibunya. Dalam perjalanan pulang, iaterjatuh. Minyak yang ada di dalam botol itu
tumpah hingga separuh. Ketika mengetahui botolnya kosong separuh, ia menemui
ibunya dengan menangis, "Ooo... saya kehilangan minyak setengah botol!
Saya kehilangan minyak setengah botol!" Ia sangat bersedih hati dan tidak
bahagia. Tampaknya ia memandang kejadian itu secara negatif dan bersikap
pesimis.
Kemudian, ibu
itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan
sebuah botol dan uang Rp 10.000 lagi. Kemudian anaknya pergi. Dalam
perjalanan pulang, ia juga terjatuh. Dan separuh minyaknya tumpah. Ia memungut
botol dan mendapati minyaknya tinggal separuh. Ia pulang dengan wajah
berbahagia. Ia berkata pada ibunya, "Ooo... ibu saya tadi terjatuh. Botol
ini pun terjatuh dan minyaknya tumpah. Bisa saja botol itu pecah dan minyaknya
tumpah semua. Tapi, lihat, saya berhasil menyelamatkan separuh minyak."
Anak itu tidak bersedih hati, malah ia tampak berbahagia. Anak ini tampak
bersikap optimis atas kejadian yang menimpanya.
Sekali lagi, ibu itu menyuruh
anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang Rp 10.000. Anaknya yang ketiga pergi membeli minyak. Sekali lagi, anak itu
terjatuh dan minyaknyatumpah. Ia memungut botol yang berisi minyak separuh dan
mendatangi ibunya dengan sangat bahagia. Ia berkata, "Ibu, saya
menyelamatkan separuh minyak."Tapi anaknya yang ketiga ini bukan hanya
seorang anak yang optimis. Ia juga seorang anak yang realistis. Dia memahami
bahwa separuh minyak telah tumpah, dan separuh minyak bisa diselamatkan. Maka
dengan mantap ia berkata pada ibunya, "Ibu, aku akan pergi ke pasar untuk
bekerja keras sepanjang hari agar bisa mendapatkan Rp 5.000 untuk membeli
minyak setengah botol yang tumpah. Sore nanti saya akan memenuhi botol
itu."
RENUNGAN :
Kita bisa memandang hidup dengan kacamata buram,
atau dengan kacamata yang terang. Namun, semua itu tidak bermanfaat jika kita
tidak bersikap realistis dan mewujudkannya dalam bentuk kerja