Laki-laki berkulit hitam itu bernama Bilal Bin Rabbah yang begitu sangat mencintai baginda Rasulullah SAW
Suatu ketika Rasulullah SAW yang telah wafat membuat bilal bin rabbah tak sanggup lagi mengumandangkan adzan. Bilal bin Rabbah kemudian meminta izin kepada Abu Bakar Siddiq Ra. :
“Wahai khalifah, wahai khalifah izinkan aku untuk tidak lagi mengumandangkan adzan.”
Bilal kemudian berucap lagi; “Izinkan aku untuk tidak lagi mengumandangkan adzan wahai Abu Bakar?”
Lalu Abu Bakar pun berkata kepada Bilal; “Tidak bisa wahai bilal, aku tidak mungkin menurunkan seseorang yang sudah ditinggikan oleh rasulullah Saw.”
Abu Bakar pun berkata; “Apa alasanmu wahai Bilal?”
“Abu Bakar, setiap hari ketika masuk waktu shalat, aku datang ke rumah rasulullah dan aku katakan kepada rasulullah ‘Ya rasul waktu shalat’ atau rasul yang gantian datang ke rumahku dan mengatakan ‘Bilal waktu shalat’ dan kami pun bersama-sama menuju mesjid dan kemudian aku naik ke atas menara dan sebelum aku mengumandangkan adzan aku menatap dulu wajah Rasulullah Saw. dan aku melakukan itu sehari lima kali wahai khalifah dan itu berulang-ulang setiap hari, tapi kini sudah tidak ada lagi Rasulullah, bagaimana mungkin aku sanggup untuk mengumandangkan adzan tanpa ada Rasulullah di sisiku wahai Khalifah?”
Maka Bilal pun meletakkan pandangannya ke arah menara dan ke arah makam Rasulullah Saw. Melihat ke arah menara lagi, dan bilal pun berkata kepada Abu Bakar;
Berbulan-bulan lamanya Bilal bin Rabbah berada di Syam. Dan pada suatu malam bertemu dengan Rasulullah Saw. dalam mimpinya dan Rasulullah Saw. berucap pada Bilal;
Bilal pun sudah tidak mampu lagi membendung air matanya, maka Abu Bakar Siddiq pun mulai meneteskan air matanya dan mengizinkan Bilal bin Rabbah untuk tidak lagi mengumandangkan adzan, dan Bilal pun pergi ke Syam karena tidak sanggup lagi untuk berada di Madinah.
“Alangkah beringnya hatimu wahai Bilal, alangkah gersangnya hatimu wahai Bilal. Sudah lama engkau tidak mengunjungiku, sudah lama engkau tidak berjumpa denganku. Tidak kah ada rasa rindumu terhadapku wahai Bilal?
Begitu kata rasulullah, dan Bilal pun terbangun dari tidurnya dan berderailah air matanya. Kemudian dia mengangis dengan sangat keras dan seluruh saudara-saudara Bilal berkata kepada Bilal;
“Ada apa wahai Bilal, ada apa engkau ini wahai Bilal?”
Bilal pun berkata; “Wahai saudara-saudaraku, aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah, dan Rasulullah katakan betepa gersangnya hatiku. Betapa matinya hatiku ini karena aku tidak lagi mengunjungi Rasulullah. Aku takut sekali wahai saudara-saudaraku kalau Rasulullah meninggalkanku.”
Maka saudara-saudara Bilal pun berkata kepadanya; “Sudah saatnya engkau ziaroh ke makam Rasulullah Saw.”
Bilal bin Rabbah pun mengambil untanya dan memacu untanya untuk bertemu Rasulullah Saw. dan sepanjang perjalanan ia menembus siang dan malam, ia menembus panas dan dingin. Tak terasa deraian air matanya terus bercucur, ia merasa begitu rindu kepada rasulullah Saw. dan ketika Bilal sudah sampai di Madinah, ia melihat bukit-bukit Madinah dan semakin berteteslah air matanya. Dan ketika memasuki pintu gerbang Madinah, maka Bilal bin Rabbah pun melihat di setiap sudut kota Madinah bilal melihat ada wajah Rasulullah Saw. di sana. Di setiap bangunan kota Madinah, ada wajah rasulullah di sana, ada kenangan rasulullah di kota Madinah, maka Bilal pun semakin kencang dalam menangisnya. Tak bisa lagi dibendung air matanya dan ketika ia sampai ke makam Rasulullah Saw. ia bersimpuh dengan suara yang parau dan lirih ia pun mengatakan;
“Assalamu alaika ya Rasulullah. Assalamu’alaika ya habiballah, assalamu’alaika ya nabiyallah.” Bilal tak sanggup membentung air matanya. Ia pun begitu rindu dengan Rasulullah Saw.
Kemudian ada seseorang yang menepuk pundak Bilal dan berkata;
“Engkau sudah kembali lagi disini wahai Bilal?”
Bilal kemudian menoleh, dialah Abu Bakar. Bilal pun memeluk Abu Bakar dengan sangat kencang, sementara disisi Abu Bakar ada Umar, dan kemudian Bilal pun menangis.
Bilal mengatakan;
Datanglah dua anak kecil mendatangi Bilal. Mereka adalah Sayidina Hasan Sayidina Husein dan memeluk Bilal dan kemudian mengatakan;
“Abu Bakar aku takut sekali Abu Bakar, Rasulullah mendatangiku di mimpiku Abu Bakar. Rasulullah mengatakan hatiku gersang, hatiku kering, hatiku telah mati karena aku tidak mengunjungi Rasulullah Saw. Aku takut Rasul meninggalkanku wahai Abu Bakar, Bilal pun terus mengangis, hingga ia pun menyeka air matanya dan Abu Bakar pun mencoba untuk menenangkannya. Abu Bakar pun mengatakan; “Bilal, air mata yang turun karena rindu Rasulullah Saw. tidak akan pernah ditinggal oleh rasulullah, dan kau adalah orang yang tidak pernah ditinggal oleh Rasulullah Saw.”
Bilal pun kembali memeluk Abu Bakar As Siddiq Ra. “Betapa kau rindu kepada Rasulullah Wahai Abu Bakar.”
Maka Abu Bakar pun berkata kepada Bilal; “Bilal kumandangkanlah adzan lagi. Adzanlah wahai Bilal.”
Bilal pun menjawab; “Tidak Abu Bakar, aku tidak akan pernah sanggup melakukan itu.”
“Wahai kakek Bilal, kami cucu-cucu Rasulullah. Kumandangkan adzan lagi wahai kakek Bilal. Betapa kami rindu mendengarkan suaramu wahai kakek Bilal.”
Laki-laki hitam ini pun mulai memecah barisan dan orang-orang melihat Bilal. Mulailah orang-orang melihat bilal mulai menangis, mulai menetes air mata mereka karena biasanya di sisi Bilal selalu ada Rasulullah Saw. Bilal mulai berjalan dan air matanya mulai menetes, kemudian ia mulai naik ke atas menara. Bilal mencoba melihat pandangannya ke bawah karena biasanya sebelum mengumandangkan adzan ada Rasulullah di sana, ada wajah Rasulullah di sana, tapi ia tidak melihat Rasulullah. Ia pun kemudian mengumandangkan adzan, maka bahunya pun bergoncang, ia tidak kuat sebenarnya. Ia pun mulai mengucapkan;
Bilal pun menatap wajah Hasan yang mirip dengan sangat Rasulullah, menatap Husein yang sangat mirip dengan Rasulullah. Bilal pun memeluk keduanya dan dari aroma keduanya tercium wangi Rasulullah Saw. dan pada akhirnya Bilal pun mengatakan;
“Baik-baik aku akan mengumandangkan adzan.”
Semua orang pun sudah berkumpul di dalam mesjid untuk bersama-sama melakukan shalat berjamaah dan untuk mendengarkan adzan dari Bilal bin Rabbah Ra.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Dengan suara yang gemetar, lalu apa yang terjadi? Seluruh orang yang berada di mesjid pun bergemuruh tangisan mereka. Mereka merasa rindu dengan Rasulullah Saw. suara Bilal mengingatkan mereka kepada Rasulullah Saw. Lalu Bilal pun kembali melanjutkan adzannya;
“Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Dan seluruh ibu-ibu yang ada di kota Madinah datang berbondong-bondong menuju mesjid dan mengatakan;
“Apakah Rasulullah hidup kembali? Apakah Rasulullah datang kembali? Apakah Rasulullah dibangkitkan kembali?”
Suara adzan Bilal mengingatkan mereka kepada Rasulullah dan orang-orang mengatakan;
“Tidak. Rasulullah tidak hidup lagi. Rasulullah tidak dibangkitkan lagi. Rasulullah sudah wafat. Ini hanya suara Bilal saja.”
Orang-orang yang ada di mesjid kembali menangis. Dan Bilal pun kembali melanjutkan adzannya; “Asyhadu anlaa ila ha ila Allah, Wa asyhadu anna Muhammadarasulullah.” Dan Bilal pun jatuh pingsan. Bilal pun jatuh pingsan. Bilal tidak kuat untuk mengucapkan nama Muhammad Saw. dan ketika Bilal tersadar dari pingsannya, ia pun mengatakan; “Lanjutkan adzannya, aku tidak mampu. Lanjutkan adzan aku tidak tahan, aku tidak bisa.” Kata Bilal.
Kisah kerinduan Bilal ini mendatangkan pembelajaran yang luar biasa untuk kita. Rasulullah pernah mengatakan kepada seluruh sahabat-sahabatnya;
“Aku merindukan para saudara-saudaraku.”
Para sahabat pun mengatakan; “Kamilah saudara-saudaramu, maksudmu apa wahai Rasulullah?”
Para sahabat bertanya; “Siapa mereka wahai rasulullah?”
Rasulullah Saw. berkata; “Kalian adalah sahabat-sahabatku, tapi aku merindukan saudara-saudaraku.”
Rasulullah Saw.;
Siapa itu? Kita. Kitalah yang ditunggu oleh Rasulullah Saw. di telaganya Rasul. Ketika Rasul sangat mencintai dan merindukan kita, lalu bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan lisan ini? Bagaimana perkataan dan perbuatan ini? Apakah mengikuti perkataan dan perbuatan Rasulullah Saw.? Wahai Rasul Saw., saksikan kami. Ini adalah hamba-hamba Allah, umatmu yang merindukan perjumpaan di telagamu wahai Rasul. Tunggulah kami wahai Rasul. Inilah kisah rindu kami wahai Rasulullah Saw.
“Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah melihatku, tidak pernah melihat wajahku, tapi mereka beriman kepadaku. Mereka patuh dan mereka mengikuti semua perkataan dan perbuatanku. Dan aku rindu untuk bertemu dengannya.”
Dan semoga Allah kumpulkan kelak kita semua Bersama Baginda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam di Syurga.
Masya Allah itu tadi adalah cuplikan dan kerinduan Bilal bin Rabah kepada Baginda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang begitu besar.
Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alihi Wasallam besrta keluarga dan para shabatnya Aamiin..
Aamiin yaa Robbal-Alamiin
Allahuma Sholi Ala Sayyidina Muhammad Wa Aali Sayyidina Muhammad.