Cerita ini datang dari sebuah keluarga, yang sudah cukup ramai dengan hadirnya tiga orang anak. Sewaktu anak sulung masih duduk di bangku SMP, ia pernah bertengkar dengan Ayah, lantaran perbedaan pendapat mengenai kehadiran anggota keluarga baru.
Dua karakter keras kepala ini, kala itu, sama – sama memegang teguh pendirian. Si Anak Sulung sama sekali tidak ingin lagi, hadir seorang anggota keluarga baru.
Sementara Sang Ayah, masih dengan penjelasan keuntungan hadirnya anggota baru ini. Namun pada akhirnya, argumen Anak Sulung ini menang. Umur Ibu, yang menjadi alasan argumen Anak Sulung ini.
Waktu terus berjalan, hingga sampai pada masanya Anak Sulung untuk melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, di Surabaya.
Menjelang ujian akhir semester satu, hal yang dirahasiakan keluarganya pun akhirnya terkuak. Usia kandungan Sang Ibu, sudah menginjak empat bulan. Sekeras apapun berusaha, janin ini tidak dapat digugurkan.
Entah jenis setan apa yang merasuki, Anak Sulung ini benci sebenci – bencinya. Ketika adik baru ini lahir, Anak Sulung justru merasa bodoh karena telah bersikap tidak adil terhadap bayi yang tak berdosa.
Hingga akhirnya, pada suatu malam, ia layangkan doa seraya menangis, ia meminta pada Allah untuk menghilangkan rasa benci di hatinya, jika adik baru itu baik untuknya.
Singkat cerita, Allah mengabulkan doanya. Meruntuhkan rasa benci, dengan memberi sakit jantung pada adik kecilnya. Berbagai usaha telah dilakukan, demi kesembuhan Si Adik. Dua tahun kemudian, hasil rontgen dokter menunjukkan, bahwa Si Adik telah sembuh.