Pada suatu waktu, di sebuah pesantren ada seorang kiai yang amat menyayangi seorang muridnya. Hal ini menyebabkan murid-murid yang lain menjadi iri. Lama kelamaan iri hati murid-murid ini diketahui oleh sang kiai.
Beliau kemudian minta para santrinya untuk menunjuk 3 orang wakilnya. Setelah masing-masing wakil telah siap di halaman pondok, sang kiai berkata, “wahai para santri! Saksikanlah! Ketiga santri ini aku beri masing-masing satu ekor ayam, aku menginginkan ayam itu agar dipotong di suatu tempat yang tidak diketahui oleh siapapun.”
Setelah itu para santri dipersilahkan untuk istirahat ke kamarnya masing-masing. Ketiga orang santri disuruh mencari tempat yang tidak diketahui siapapun. Tidak beberapa lama kemudian ketiga santri itu pun pergi menjalankan tugas masing-masing. Santri pertama memutuskan untuk memotong ayam tersebut didalam gua. Setelah dirasa tidak ada yang melihat, ia pun memotong ayamnya. Ia tersenyum dengan puas. Ia yakin kedua temannya tidak mampu memenuhi permintaan kiainya.
Santri kedua pergi ke hutan yang lebat. Ia akan memotong ayamnya di sana. Sesampai di tengah hutan dan dirasa tidak ada siapa pun yang mengetahuinya, ia pun memotong ayamnya. Ia tersenyum puas. Ia merasa telah berhasil melaksanakan perintah kiainya.
Namun tidak demikian dengan santri yang ketiga, ia bahkan tidak berusaha mencari tempat yang aman untuk menymbelih ayam tersebut. Pada kesokan harinya, seluruh santri dikumpulkan lagi seperti kemarin. Pak kiai segera memanggil santri pertama, ia bercerita bahwa ia telah berhasil menyembelih ayamnya di sebuah gua yang tidak pernah dijangkau oleh manusia. Mendengar pemaparan tersebut, para santri bertepuk tangan. Mereka kagum dengan kepandaian santri pertama.
Kemudian sang kiai memanggil santri yang kedua. Santri kedua pun sudah berhasil memotong ayam tersebut. Ia bercerita bahwa penyembelihan ayam itu disembelih di sebuah hutan yang sangat lebat. Ia yakin tidak ada yang mengetahuinya. Para santri pun kembali bertepuk tangan. Mereka kagum dengan kepandaian santri kedua.
Giliran santri yang ketiga. Ia pun maju menghadap sang kiai. Namun ayamnya masih hidup. Tentu saja santri ketiga ini menjadi bahan olok-olok temannya yang lain. Namun tidak demikian halnya dengan sang kiai. Ia memerintahkan semua santri tenang dan mendengarkan alasan santri ketiga yang tidak memotong ayamnya. Santri ketiga pun menjelaskan bahwa ia tidak bisa menemukan tempat yang paling aman dan tidak bisa dilihat oleh siapa pun. Di manapun kita berada tentu tidak pernah terlepas dari pengetahuan Allah.
Penjelasan santri ketiga membuat sang kiai kagum. Beliau berseru kepada para santri, “ketahuilah para santri sekalian, perbuatan santri ketiga inilah yang benar. Ia mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Sekarang kalian tahu alasanku memperlakukannya secara istimewa.”
Mendengar penjelasan sang kiai, para santri mengakui kepandaian dan keikhlasan santri ketiga tersebut. Sejak saat itu, mereka memahami perlakuan sang kiai. Bahkan mereka menjadikan santri ketiga itu sebagai pembimbing mereka.