Pada saat Bulan Ramadhan, Rasulullah Muhammad SAW
sedang duduk-duduk bersama dengan para sahabat. Rasulullah didatangi secara
tiba-tiba oleh seorang laki-laki yang tampak sedang berjalan ke arah
beliau shalallahu
‘alaihi wasallam. Dari kejauhan, ia berteriak-teriak,
“Celakalah aku! Celakalah aku! Wahai Rasulullah, sungguh aku telah celaka!”
Kata pria itu.
“Ada apa, wahai hamba Allah?” tanya Nabi SAW.
“Aku telah menggauli istriku, padahal ini di siang
hari bulan Ramadhan ketika diriku dan dia berpuasa,”
Rasulullah SAW tidak lantas menegur dan memarahinya. Karena,
beliau melihat kesungguhan orang itu dalam bertaubat dan menyadari perbuatannya
dan ingin lepas dari dosanya lantaran melanggar ketentuan berpuasa Ramadhan.
Maka, Rasulullah SAW membimbingnya agar menunaikan salah satu
dari kafarat-kafarat yang ada. “Apakah engkau bisa mendapatkan seorang budak
untuk kemudian dimerdekakan?”
“Orang sepertiku mana mungkin sanggup membeli atau memiliki
seorang budak, ya Rasulullah,”
“Mampukah engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut?”
“Wahai Rasulullah, puasa 30 hari Ramadhan saja aku tak sanggup
menahan dari menggauli istriku. Bagaimana mungkin dengan dua kali lipatnya dari
itu? Sungguh, aku tak bisa,” katanya dengan nada memelas.
Lantas, beliau menyampaikan pilihan kafarat terakhir. “Apakah
engkau mampu memberi makan kepada 60 orang miskin?”
Lagi-lagi, lelaki itu menyatakan ketidaksanggupannya. “Wahai
Rasulullah, dari mana aku dapat uang untuk memberi makan puluhan orang miskin?”.
Akhirnya, Rasulullah SAW terdiam. Itu mengisyaratkan, beliau
belum mengambil satu keputusan apa pun atau sedang menunggu turunnya wahyu dari
Allah SWT terkait perkara yang sedang dihadapinya.
Tak lama kemudian, seseorang dari kalangan Anshar mendekati
beliau. Rasulullah SAW menjawab salamnya dan menerima keperluannya. Rupanya,
orang itu datang dengan membawa satu keranjang penuh berisi kurma.
“Wahai Rasulullah, ini aku membawa kurma-kurma untuk kuhadiahkan
kepada engkau,” ujarnya.
Nabi SAW menerima pemberian itu dengan senyum dan mendoakan
orang Anshar itu. Lalu, beliau kembali memanggil lelaki yang telah batal
puasanya tadi.
“Wahai hamba Allah, silakan ambil seluruh kurma ini dan
bersedekahlah dengannya sebagai kafarat yang wajib engkau keluarkan karena
telah melanggar puasa,”
“Ya Rasulullah, apakah ada orang selainku yang layak
mendapatkan kurma-kurma ini? Dari ujung barat hingga timur Kota Madinah ini,
tak ada satu pun orang yang lebih fakir dariku. Karenanya, bukankah aku lebih
membutuhkan kurma-kurma ini?”
Mendengar jawabannya, Rasulullah SAW pun tertawa
sampai-sampai gigi seri beliau terlihat. Beliau tertawa lantaran merasa takjub
dengan keadaan orang ini. Ia awalnya datang tergesa-gesa kepada Nabi SAW dengan
wajah muram karena takut akan dosa yang telah dilakukannya. Namun, ia sekarang
justru menginginkan pemberian.
Rasulullah SAW bersabda, “Sedekahkanlah kurma-kurma ini kepada
keluargamu.”
Lelaki itu pun pulang dengan wajah gembira. Betapa tidak? Bukannya dibebani
hukuman, ia justru kembali ke rumah dengan sekeranjang penuh kurma.