Qais bin Shirmah adalah salah satu sahabat Rasulullah yang taat dalam mengerjakan perintah-perintah agama. Qais bin Shirmah berasal dari kalangan Anshar dan bekerja sebagai buruh di salah satu kebun kurma.
Dikisahkan ketika bulan Ramadhan, semua umat Islam saat itu juga tengah berpuasa, tak terkecuali Qais. Meskipun sedang berpuasa, dirinya tetap menjalankan pekerjaan sehari-harinya dengan giat. Ketika tiba waktu berbuka, Qais kembali pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Qais bertanya kepada istrinya apakah ada makanan untuk berbuka puasa. Namun istrinya menjawab bahwa saat itu sedang tidak ada makanan sama sekali.
“Maafkan aku suamiku. Hari ini kita tidak punya makanan apapun. Tunggulah sebentar, aku akan mencarikan makanan untukmu,” kata istri Qais.
Kemudian istri Qais pun keluar untuk mencarikan makanan. Sementara istri Qais keluar, Qais yang kelelahan setelah bekerja pun beristirahat dan akhirnya tertidur. Qais tertidur tanpa makan sedikit pun makanan untuk berbuka.
Beberapa saat kemudian, istri Qais kembali dengan membawa makanan. Namun, dia melihat sang suami sudah tertidur lelap sehingga dirinya enggan membangunkannya. Namun, ada juga kisah lain yang menceritakan bahwa ketika istri Qais pulang dengan membawa makanan, dia melihat suaminya sedang tertidur dan mencoba membangunkannya untuk makan. Namun, Qais menolak untuk bangun karena tidak mau melanggar perintah Allah saat itu.
Dalam riwayat Abu Daud memang disebutkan, "Pada masa Rasulullah SAW, ketika orang-orang telah melaksanakan salat Isya’, maka haram bagi mereka untuk makan, minum, dan menggauli istri."
Hadits ini menggambarkan bahwa pada saat itu, waktu puasa sudah dimulai sejak setelah isya’. Karena pada waktu itu, setelah isya’ adalah waktu di mana orang-orang akan mulai tidur.
Qais pun tertidur hingga keesokan hari. Keesokan harinya, Qais yang belum sempat makan apa pun sejak puasa kemarin, kembali melanjutkan pekerjaannya. Namun, ketika dirinya sedang bekerja, tiba-tiba dia terjatuh dan pingsan.
Mengetahui hal ini, para sahabat pun melaporkannya kepada Rasulullah, dan saat itu juga turun ayat 187 dari surat al-Baqarah yang artinya,
“Dihalalkan bagi kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian pada malam hari bulan puasa. Mereka adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kalian tidak bisa menahan nafsu kalian. Karena itu, Allah mengampuni kalian dan memberi maaf kepada kalian. Maka kini campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian. Dan, makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu hingga (datang) malam, tetapi janganlah kalian campuri mereka, sementara kalian sedang beri’tikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah. Karena itu, janganlah kalian mendekatinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa.” (Q.S Al-Baqarah: 187)
Mengetahui hal itu, para sahabat pun merasa lega karena mereka masih diperbolehkan untuk makan dan minum sampai terbitnya fajar. Bahkan Rasul juga bersabda,
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim).
Dengan turunnya ayat 187 dari surat Al-Baqarah tersebut, kaum muslimin memiliki pedoman yang jelas ketika menjalankan puasa, terutama terkait kapan waktu mulainya seseorang berpuasa dan waktu selesainya.
Wallahua’lam.