Taat pada Allah tak semudah membalikkan telapak tangan. Ringan di lisan, berat diamalkan. Karena senantiasa ada penghalang ketaatan yang bermula dari diri sendiri, yaitu kelalaian. Lalai dalam niat, pikir dan amal. Lalai niat berarti berbicara tentang amalan hati. Acap kali tanpa disadari pemiliknya, niat amal bukan lagi tertuju pada Allah. Tapi teralihkan pada ridha dan pujian manusia serta meraih kenikmatan dan kesenangan dunia.
Lalai pikir berarti lupa mengingat Allah dalam aktivitas keseharian. Allah terlupakan seiring dengan kesibukan dunia. Bahkan tak menyadari diri terjatuh pada maksiat. Pun maksiat yang dilakukan mulai terasa biasa saja tanpa berdosa. Seolah lupa bahwa Allah senantiasa Maha Melihat dan Mengawasi aktivitas diri tanpa jeda, tanpa istirahat.
Lalai amal berarti kurangnya amal yang mendekatkan diri dengan Allah. Kurangnya syukur, sikap tamak dan tak pernah cukup yang menguasai diri. Belum lagi pengaruh gaya hidup yang tak jarang semakin membuat amal bernafsu pada kenikmatan dunia.
Tak ada jalan lain, selain kembali. Maksudnya kembali menata niat, pikir dan amal. Menata niat adalah hal yang paling mendasar.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Niatlah yang membedakan kedudukan hamba di sisi Allah. Karena akan berbeda kedudukannya antara yang mengharap ridha Allah dengan yang menghendaki kenikmatan dunia. Allah pun akan memberikan balasan sesuai niat hambanya. Bagi yang mengharap ridha Allah, balasannya tak hanya dapat dunia tapi juga kebaikan akhirat. Sebaliknya bagi mengharap dunia, hanya akan mendapatkan sekadar kenikmatan dunia saja.
Singkatnya kehidupan dunia, meniscayakan kenikmatannya hanyalah secuil. Ibarat air yang tersisa pada jari setelah dicelupkan dan diangkat dari lautan, Tak sebanding dengan kenikmatan hakiki di akhirat.
Mindset bahwa hidup di dunia hanya sementara dan kenikmatannya hanya secuil, tak akan menjadikan pikiran terobsesi hanya meraih dunia saja. Pikiran akan terobsesi pada kenikmatan hakiki, yang tak mungkin diraih jika melupakan Allah dalam aktivitas kehidupan. Yang tak mungkin diraih jika bermaksiat dan melanggar hukum syara’.
Menata amal berarti berusaha untuk memperbaiki kualitas amal dan semakin mendekatkan diri pada Allah. Hal yang fitrah bahwa setiap manusia jatuh pada kelalaian amal. Tapi sebaik baiknya yang harus dilakukan hamba yang beriman adalah muhasabah dan memperbaiki amal diri.