Dunia adalah ladang ujian. Hingga tepatlah kiranya dikatakan jika tak ingin diuji, maka berhentilah hidup di dunia. Meski banyak yang akhirnya menyerah saat ujian itu menyapa, tapi tak sedikit pula yang sanggup melewatinya meski dengan susah payah, hati yang lelah dan tangisan di atas sajadah.
Allah SWT Berfirman: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Q.S Al Baqarah:214)
Ayat ini diawali dengan pertanyaan yang mengantarkan pada pemahaman bahwa sebelum mendapat ujian, jangan mengira kita akan meraih syurgaNya. Karena hakikatnya syurga butuh diperjuangkan. Dan tak perlu takut saat ujian datang, karena keniscayaan hidup mesti diiringi dengan ujian.
Terlebih lagi bagi seorang muslim, disetiap helaan nafasnya ada ujian yang siap menghampiri, dan kabar gembiranya adalah ujian menjadi alarm rasa sayangnya Allah pada hambaNya.
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai disempurnakannya pada hari Kiamat,” (HR Imam Ahmad, At Turmidzi, Hakim, Ath Thabrani, dan Baihaqi).
Dalam riwayat At Tirmidzi, hadis itu disempurnakan dengan lafadz sebagai berikut, ”Dan sesungguhnya Allah, jika Dia mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Jika mereka ridha, maka Allah ridha kepadanya. Jika mereka benci, Allah membencinya”. Kecintaan Allah kepada hamba-Nya di dunia tidak selalu diwujudkan dalam bentuk pemberian materi atau kenikmatan lainnya. Kecintaan Allah bisa berbentuk musibah sebagai ujian kesabaran
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersama sahabat yang menyertai beliau semua adalah manusia-manusia yang penuh ujian. Bahkan begitu berat goncangan yang mereka hadapi, hingga terucap dari lisan mereka “Bilakah datang pertolongan Allah?” Dan akhirnya dijawab dengan indah “Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
Maa syaa Allah, mereka bukan orang yang kurang sabar, bukan pula orang-orang yang gemar maksiat, mereka adalah sahabat yang taat dan setia pada Rasulullah bahkan hingga disituasi genting sekalipun. Tapi pahamilah, dahsyatnya deraan yang menimpa mereka, yang mungkin jika kita dalam posisi mereka tak akan mampu sesabar itu. Pada akhirnya, sebagai manusia biasa, ingin rasanya mereka mendengar jawaban pengokoh iman itu, “sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”.
Resapilah kalimat pengokoh iman tersebut, yakini bahwa kita tak sendiri, ada Allah Yang Maha Penolong dan sebaik-baik penolong.
Pada akhirnya, iman itu jika telah bersemayam, menetap di lubuk hati setiap orang, terkadang butuh getaran yang kuat yang membuatnya terangkat dan nampak. Lewat deraan ujian, tekanan, dan goncangan inilah yang akhirnya membuat iman itu nampak. Bersabar dan teruslah berjuang menghadapi semua ujian dari Allah, kumpulkan tiket surgaNya