Setiap manusia diciptakan bersamaan dengan tabiatnya masing-masing. Dan salah satu diantara tabiat manusia adalah kikir. Dia enggan untuk memberi kepada orang lain dan pada waktu bersamaan dia mempertahankan dan menjaga miliknya jangan sampai lepas dari dirinya. Ketahuilah bahwasanya tabiat seperti ini adalah tabiat yang buruk.
Tidaklah tabiat ini ada pada diri seorang manusia melainkan akan tertutup pada dirinya kebaikan yang banyak, akan terhalang pada dirinya dari ganjaran-ganjaran Allah. Barang siapa yang terpelihara dirinya dari kekikiran, sesungguhnya dia adalah orang yang beruntung.
“Tidak akan berkumpul sifat kikir dan keimanan dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (HR. An-Nasa’i no. 3110)
Seandainya dia adalah orang yang beriman dengan iman yang benar maka dia akan yakin bahwasanya harta yang dia keluarkan akan diganti oleh Allah baik di dunia maupun di akhirat. Dia tidak akan khawatir jika dia menginfakkan sebagian dari hartanya. Dia akan selalu mengusahakan dirinya untuk bersedekah dan bersedekah, karena dia yakin sedekahnya adalah bukti dari keimanannya.
Namun yang lebih mengherankan dari itu semua adalah seseorang yang pelit atau bakhil terhadap dirinya sendiri. Dia enggan mengeluarkan harta miliknya demi kemaslahatan dirinya sendiri. Sebagai contoh, seseorang yang tertimpa penyakit parah. Penyakitnya tersebut mengharuskan dia agar berobat di sebuah rumah sakit yang mewah ditambah harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit jika ia ingin sembuh secara total, tentu saja setelah izin Allah.
Namun karena sifat pelit yang ada pada dirinya, dia enggan mengeluarkan hartanya dan memilih berobat di rumah sakit biasa. Akhirnya dia meninggal dunia karena tidak mendapatkan penanganan yang dibutuhkan. Seandainya dia tidak memiliki harta yang cukup maka hal ini adalah sesuatu yang wajar.
Akan tetapi jika dia memiliki harta yang berlebih maka dia telah membahayakan dirinya sendiri. Bahkan dia tidak hanya membahayakan dirinya sendiri dengan kebakhilannya, akan tetapi juga menyusahkan orang-orang terdekatnya, istrinya dan juga anak-anaknya.
Orang-orang seperti ini hanya akan menyakiti dirinya sendiri. Dia bersusah payah mengumpulkan harta agar menjadi orang yang kaya raya. Tetapi dia bakhil tidak ingin mengeluarkan hartanya, dengan tujuan agar dirinya terhindar dari kefakiran.
Namun kenyataannya, dia justru terjerumus pada kondisi yang ingin dihindarinya yaitu kefakiran. Kehidupannya seakan-akan seperti orang miskin. Dia hidup layaknya orang miskin di dunia namun di akhirat dia akan dihisab dengan hisabnya orang kaya.
Seseorang yang diberi harta maka diperbolehkan baginya ia gunakan demi kemaslahatan pribadinya, baik ia gunakan untuk berobat, menafkahi keluarganya dengan cukup, membeli pakaian yang baru agar terlihat rapi dan bersih, membeli kendaraan yang dapat membantunya untuk beribadah dan memudahkannya untuk melakukan aktivitas lainnya, dan lain-lain, selama tidak terjatuh dalam taraf bermewah-mewahan dan bersombong-sombong. Karena Allah juga memotivasi hambanya agar menampakkan nikmat Allah pada dirinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Sesungguhnya Allah ingin melihat dampak dari nikmat (yang diberikan kepada hambanya) pada diri hambanya tersebut.” (HR. Tirmidzi no. 2819)
Bahkan apabila dia mempunyai harta yang lebih, hendaknya dia menginfakkannya kepada saudaranya yang membutuhkan dan hendaknya dia membelanjakannya di jalan Allah.