Monday, 23 November 2015
Selamat Tinggal Kekasih Alloh
Posted by Rumah Yatim Indonesia on 11:22 in Kisah Inspiratif | Comments : 0
rumahyatimindonesia.com | Sebelum kita membaca kisah yang terakhir ini, bayangkan diri kita sedang ikut sholat berjama’ah bersama Beliau dan para Sahabatnya, seusai Sholat kita juga ikut
bersama-sama para Sahabat ke rumah Beliau, ikut bersama-sama menyaksikan deti-detik terkhir bersama Beliau.
Jika kita baca kisah terkhir ini, AIR MATA kita bisa TUMPAH, itulah tanda hidupnya hati kita dan cinta kita kepada Rosulullah SAW.
Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku,
kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasihNya. Maka taati dan bertaqwalah kepadaNya. Kuwariskan 2 hal pada kalian, Al Quran dan Sunnahku. Barangsiapa
mencintai sunnahku, berarti mencintaiku dan kelak orang yang mencintaiku akan bersama sama masuk surga bersamaku”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca kaca. Umar dadanya
berdegub kencang menahan nafas dan tangisnya. Utsman menghela nafas panjang. Ali menundukkan kepala dalam dalam…..Isyarat itu telah datang, saatnya telah tiba.
“Rasulullah akan meninggalkan kita semua” desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda tanda itu semakin kuat tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat
turun mimbar.
Saat itu seluruh sahabat yang hadir serasa Manahan detik detik berlalu. Matahari kian tinggi, tetapi pintu Rasulullah masih tertutup. Di dalamnya Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan kening berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tempat tidurnya.
Tiba tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya.
Tetapi Fatimah tidak mengijinkannya masuk.
“Maafkanlah, tetapi ayahku sedang sakit” kata Fatimah sambil membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian dia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membukakan
mata dan bertanya pada Fatimah.
“Siapakah itu, wahai putriku?”
“Aku tidak kenal ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu
satu garis wajahnya seolah hendak di kenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia, Dialah malaikat
maut,” kata Rasulullah.
Fatimah pun menahan ledakan tangisnya, Malaikat maut datang menghampiri, tetapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai, Kemudian dipanggilah Jibril
yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara lemah.
“Pintu pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tetapi itu ternyata tak membuat
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya’”
kata Jibril. Detik detik semakin dekat, saatnya Izrail melaksanakan tugas. Perlahan ruh Rasulullah di tarik.
Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini’ lirih Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali disampingnya menunduk kian dalam dan Jibril membuang muka.
“jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?’ Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah di renggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dasyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya,
"Ushikum bi ash shalati wa ma malakat aimanukum" (Peliharalah shalatmu dan santuni orang orang lemah di antaramu).
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat sahabat saling berpelukan. Fatimah menutup wajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasul
yang mulai kebiruan.” Ummati ummati ummati...... Laa Ilaha Illallah..........” dan........ pupuslah kembang hidup manusia mulia itu.
Sahabat, begitu cintanya Rosulullah kepada kita, hingga detik-detik akhir hayatnya kitalah yang disebut, Beliau begitu mencemaskan nasib kita, Beliau memanggil-manggil
kita dengan penuh kekhawtiran, Umatku…umatku…umatku…
Inilah Nabi yang membasahi janggutnya dengan air mata karena memikirkan derita umat sepeninggalnya, yang merebahkan dirinya di atas tanah beralaskan pelepah korma,
yang membentangkan syafaat kepada umat yang meneladaninya, yang suka dukanya terpaut dengan umat yang dipimpinnya.
Sampai detik ini sejauhmana kita telah meneladaninya, mendengar segala nasehatnya, melaksanakan pesan-pesannya? akankah kita lebih mencintai dan mengagungkan para
pemimpin yang hari ini lebih mementingkan kepentingannya, dari pada Rosulullah SAW yang telah mengorbankan segala potensinya untuk memperjuangkan Ajaran Islam yang
mulia ini agar sampai kepada kita saat ini?
Kita memang tidak sesempurna Beliau, tapi kita adalah ummat kesayangan Beliau, akankah kita yang disayangi tidak menyayangi Beliau, akankah perilaku dan akhlak kita
tidak meneladani sosok yang sangat menyayangi kita? sungguh, JANGAN SAMPAI KITA BUAT ROSULULLAH KECEWA.
"Telah datang kepadamu seorang rasul dari kalanganmu sendiri, Berat baginya apa yang kalian derita, sangat ingin agar kalian mendapatkan kebahagiaan, Ia sangat
pengasih dan penyayang kepada orang orang yang beriman”, (QS. At Taubah, 9:128)
Salam álaik Yaa Rosulullah, Kau begitu mencintai Kami...ya Rosul.